Author Topic: The Football Genius - a football player story  (Read 13352 times)

ytbpom

  • Professional team
  • **
  • Posts: 58
    • View Profile
"Jadi singkat cerita, karena begitu digdayanya kami waktu itu, para pelaku industri sepakbola profesional mulai melirik kami. Kemudian salah seorang pengurus organisasi sepakbola nasional yg merupakan ketua cabang di daerah kami mulai menghubungi pihak kampus. Mereka sempat beberapa kali mengajak tim kami bertemu dan menjelaskan seluk beluk persepakbolaan nasional beserta visi misi mereka," lanjut Pak Made.

"Intinya, mereka ingin membuat sebuah kompetisi amatir namun resmi, yang disponsori dan digelar secara nasional. Kompetisi ini bertajuk 'Kompetisi Pencarian Bakat Antar Kampus' dan pesertanya adalah kampus-kampus yang bersedia untuk bergabung. Waktu itu masih dibatasi untuk kampus-kampus di Jawa saja."

"Pergelaran pertama kompetisi itu berjalan lancar dan tanpa hambatan. Seperti yang mungkin sudah kalian duga, tim kami menjuarai kompetisi itu dengan mudah. Di final, kami menekuk tim kuat Cahaya Abadi dengan skor telak, 4-1. Ya, kalian tidak salah. Itu adalah tim yang sama dengan yang akan kita hadapi di kompetisi tahun ini."

"Erik menjadi top skorer dengan 10 gol, sementara FR10 mendapat penghargaan best player berkat 7 gol dan 15 assistnya. Saya sendiri berhasil menorehkan 4 gol dan 11 assist."

Pak Made berhenti sejenak dari ceritanya. Ia melihat pada 3 orang di depannya yang terbengong-bengong mendengar cerita itu. "Waaahhh... Anda dan teman2 Anda hebat sekali, pak," cetus Prasetya sejenak kemudian setelah lepas dari kekagumannya. Pak Made tertawa kecil mendengar celetukan itu. Kemudian ia menghela nafas panjang sebelum melanjutkan lagi.

"Kami semua sangat bangga dengan pencapaian itu. Tim kami pun diliput oleh berbagai media cetak maupun elektronik lokal dan nasional. Ketika kami semua sedang larut dalam kegembiraan selepas laga final, datanglah seorang perwakilan dari induk sepakbola di pusat. Beliau mengatakan sangat bangga dengan bibit2 muda seperti kami dan menjanjikan kompetisi tahun depannya akan diselenggarakan dengan lebih semarak dan tentu saja.. penghargaan yang lebih besar untuk tim juara."

"Awalnya saya sangat antusias karena mengira bahwa penghargaan itu berupa pelatihan ke luar negeri atau perekrutan ke salah satu tim profesional dalam negeri. Ternyata saya salah besar!" Pak Made menghentikan sejenak ceritanya. Ia mengusap keringat di keningnya. Tampak sedikit nada emosi di kalimatnya yang terakhir. Ia berdehem dan segera melanjutkan ceritanya.

"Tahun depannya, sebulan sebelum kompetisi digelar, pihak PSSI* mengundang perwakilan dari seluruh kampus yang terlibat. Kebetulan tim kampus kami diwakili oleh pelatih kami, saya, dan Erik. Di sana mereka menjelaskan tentang kompetisi yang akan dihelat. Satu hal baru yang mereka putuskan adalah mereka akan memasukkan beberapa pemain profesional dari klub ke kampus2 tertentu. Dan itu akan dilakukan secara acak. Para pemain profesional ini akan ikut bermain dalam tim yang dimasukinya. Tujuannya adalah para pemain profesional itu bisa membantu memberikan pelatihan teknik dan strategi sehingga diharapkan bisa meningkatkan kemampuan bibit2 muda ini dengan maksimal."

"Dan di situ juga saya baru tahu apa maksud mereka dengan penghargaan yang lebih besar itu. Ternyata yang mereka maksud adalah hadiah uang yang lebih banyak. Tentu saja waktu itu saya protes, meskipun dalam hati, apa gunanya hadiah berupa uang untuk kami para mahasiswa. Okelah, mungkin mereka berpikir itu berguna untuk studi kami. Tetapi, apabila memang seperti itu, bukankah lebih baik mereka memberi hadiah berupa beasiswa saja? Lagipula uang juga tidak akan membuat kemampuan kami lebih berkembang."

"Ya sudahlah pikir saya.. yang terpenting mereka berniat baik dengan memasukkan para pemain profesional untuk membantu perkembangan kami semua. Sayangnya maksud yang mulia itu pada akhirnya dicemari oleh ulah beberapa oknum, karena saya baru tahu setelah kompetisi berakhir bahwa para pemain itu tidak benar2 dimasukkan secara acak. Melainkan kampus yang memberikan uang dalam jumlah besarlah yang akan mendapat pemain profesional terbanyak."

"Tidak heran bahwa kampus kami waktu itu tidak mendapatkan satupun pemain profesional, sementara Tim Cahaya Abadi mendapatkan hingga 3 pemain yang bermain di klub profesional. Awalnya kami hanya berpikir positif dan beranggapan bahwa Tim Cahaya Abadi sangat2 beruntung."

"Kompetisi pun bergulir. Ada 32 kampus yang berpartisipasi dimana tim2 itu dibagi ke dalam 8 grup yang masing2 berisi 4 tim. Pemenang dari masing2 tim berhak melaju ke babak perempat final. Seperti prediksi banyak orang, tim kami dengan mudah menjuarai grup kami. Di perempat final kami juga menghabisi lawan kami dengan skor 3-0. Baru di babak semifinal kami agak kewalahan karena tim lawan mempunyai 3 pemain profesional sama seperti Tim Cahaya Abadi. Kami hanya bisa menang 2-1 setelah melalui perpanjangan waktu."

"Lawan kami di final, seperti yang mungkin kalian duga, tentu saja adalah Tim Cahaya Abadi. Kali ini mereka datang dengan optimisme tinggi karena 3 pemain profesional di tim mereka kebetulan berasal dari tim2 papan atas di kompetisi nasional."

"Babak pertama berjalan nyaris tanpa insiden yang berarti, karena kedua tim bermain sangat hati2. Babak ini pun berakhir dengan skor sama kuat 0-0. Nah.. ketika istirahat untuk persiapan babak kedua itulah drama dimulai," lanjut Pak Made.

Prasetya, Yulius, dan Wibisono nyaris tak berkedip mendengar penuturan Pak Made. Mereka sangat penasaran dengan apa yang terjadi di babak kedua.

Apakah drama yang dimaksud oleh Pak Made? Nantikan di episode selanjutnya :)

*PSSI dalam cerita ini hanyalah organisasi fiktif dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan organisasi PSSI yang asli.
Arema Malang - 132146

Fradel Rovajar

  • Moderator
  • Legendary Team
  • *****
  • Posts: 1012
    • View Profile
sementara FR10 mendapat penghargaan best player berkat 7 gol dan 15 assistnya.

Senang membaca peran saya dalam cerita ini  :) dinantikan kelanjutannya Bro. Jo Spaletti  8)

ytbpom

  • Professional team
  • **
  • Posts: 58
    • View Profile
Re: The Football Genius - a football player story
« Reply #52 on: June 03, 2016, 06:04:06 AM »
Hahaha... Fradel di sini hanya tokoh fiktif, bro. Saya hanya 'mencatut' nama bro (tentunya sudah seijin bro Fradel) agar cerita jadi lebih menarik :)
Saya juga senang apabila teman2 bisa menikmati jalannya cerita ini.
Episode selanjutnya akan di-post segera. Semoga bisa hari ini :D

Oh iya, buat teman2 yg mungkin mau menyumbangkan nama orang/tim ke cerita saya, boleh menghubungi saya via reply di sini atau bisa juga lewat PM :)
Arema Malang - 132146

ytbpom

  • Professional team
  • **
  • Posts: 58
    • View Profile
Episode 16: Sejarah Turnamen GM - Bag. 3: Satu gol dan nol gol = 10 juta
« Reply #53 on: June 04, 2016, 04:25:53 PM »
Pak Made duduk di kursinya dan segera melanjutkan. "Ketika kami sedang beristirahat dan membahas taktik untuk babak kedua, masuklah dua orang berpakaian rapi dan menggunakan jas. Mereka mengangguk kecil ke arah pelatih kami sambil menunjukkan kartu keanggotaan mereka, meminta ijin untuk berbicara. Pelatih kami tidak bisa melarang mereka dan hanya mengangguk kecil juga."

"Orang yang lebih tinggi mengeluarkan secarik kertas dari kantung jasnya seraya berkata, 'Made, Erik, Fradel, Sugeng, Ridwan, Dicky! Nama yang saya sebut ikut saya sebentar.' Kami berenam pun melangkah mengikuti kedua orang itu menuju ke sebuah ruangan kecil di sebelah ruang ganti, diikuti oleh pelatih kami. Kami pun bertanya-tanya ada apa sebenarnya."

"'Satu gol dan nol gol sama dengan 10 juta,' kata orang yang lebih pendek dan berkacamata. Kami semua saling berpandangan tanda tak mengerti. Orang itu kemudian menyuruh pelatih kami untuk menjelaskan. 'Jadi begini, kalian berenam adalah roh permainan tim ini. Saya sungguh bangga kalian bisa sampai di babak final ini. Sekarang apa yang beliau2 ini minta sangat sederhana. Satu gol berarti kita harus membiarkan lawan memasukkan minimal satu gol ke gawang kita. Nol gol berarti kita tidak boleh memasukkan gol ke gawang mereka. Kalau kedudukan berakhir dengan kemenangan mereka, maka kalian masing-masing akan mendapat uang 10 juta,' begitulah pelatih kami menjelaskan maksud kalimat dari orang itu."

"Saya, FR10, dan Sugeng segera berdiri memrotes permintaan itu. Kami sama sekali tidak sudi disuap dengan cara seperti itu. Namun tampaknya pelatih kami pun sudah sepakat dengan kedua orang itu dan menyuruh kami duduk kembali. Kami bertiga pun berinisiatif untuk segera beranjak keluar serta mengajak ketiga teman kami yang lainnya. Namun Erik, Ridwan, dan Dicky tidak bergerak dari tempat duduk mereka. Kami berusaha membujuk Erik, tetapi dia seakan silau dengan tawaran uang itu dan sama sekali tidak mau melihat kami."

"Akhirnya kami bertiga memutuskan untuk keluar dari ruangan itu. Sesaat kemudian, tiga orang teman kami yang lain dipanggil masuk ke ruangan itu. Entah apa yg mereka bicarakan di dalam, yang jelas ketika keluar wajah mereka semua tampak berbinar-binar. Kedua orang tadi segera berpamitan dan keluar dari ruangan itu. Pelatih kami menyuruh kami semua duduk untuk membahas taktik. Tampak jelas mukanya menunjukkan kejengkelan kepada kami bertiga."

"'5-4-1. Itu strategi kita di babak 2. Made, kamu akan menempati posisi full-back kanan. Sugeng full-back kiri. Fradel akan menjadi bek tengah karena kita kekurangan pemain bertahan. Ridwan dan Dicky menjadi motor serangan di belakang Erik,' kata pelatih kami. Jelas kami melihat begitu banyak kejanggalan di sana. Bagaimana mungkin dalam posisi sama kuat 0-0 dan kami mempunyai peluang yang sangat besar untuk mencetak gol, formasinya diubah menjadi 5-4-1?"

"Yang lebih aneh, saya yang biasanya beroperasi di sayap kanan sebagai gelandang serang dijadikan full-back. Demikian juga Sugeng yang merupakan bek tengah dipindah ke sisi kiri dan malah diganti oleh Fradel yang jelas-jelas seorang penyerang lubang. Ini benar-benar tidak masuk akal. Tetapi kami bertiga tidak berani protes waktu itu, karena apabila protes maka bisa-bisa kami bertiga diganti dan tidak bisa lagi berbuat apa-apa."

"Singkat cerita, pertandingan babak kedua berjalan berat sebelah. Tim Cahaya Abadi begitu menguasai permainan dan sering sekali mengancam gawang kami. Untungnya Sugeng bermain dengan sangat brilian. Meskipun ditaruh di kiri, pada saat yang kritis dia selalu tiba tepat waktu untuk menghalau bola. Saya dan FR10 sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa untuk bertahan dari ketiga pemain profesional di tim lawan. Apalagi untuk membantu penyerangan, karena kami terlalu sibuk untuk bertahan. Formasi 5-4-1 dalam teori pelatih kami seringkali berubah menjadi 6-4-0 atau bahkan 7-3-0 di lapangan."

"Menit 90, skor masih 0-0 dan tambahan waktu 6 menit! Saya melihat Sugeng sudah sangat kelelahan karena harus bolak balik dari kiri ke tengah dan sebaliknya. Di sisi lain, Erik dan gelandang serang lainnya sering sekali membuang peluang dengan tembakan yang melenceng maupun jauh di atas tiang gawang. Tidak ada yang menyadari bahwa itu disengaja, kecuali kami bertiga dan mereka tentunya."

"Pada saat itu terjadi pelanggaran oleh tim lawan terhadap FR10, sehingga mengakibatkan tendangan bebas untuk kami. Saya segera menghampiri FR10 dan membisikkan sesuatu padanya. Kemudian ia berlari menghampiri Sugeng dan memberikan sebuah kode. Sugeng yang tampak sangat lelah tidak memberikan reaksi apa-apa. Dia juga yang akan mengambil tendangan bebas yang terjadi di dekat kotak penalti kami itu. Para penyerang berkumpul jadi satu di sepertiga lapangan lawan. Tidak ada satupun yang berinisiatif memanfaatkan lubang di sisi kiri dan kanan tim lawan."

"Sugeng pun melakukan tendangan bebas itu. Tak seperti dugaan banyak orang yg mengira bahwa dia akan langsung melakukan tendangan bebas keras menuju ke para penyerang, Sugeng justru mengoper bola dengan tenaga sedang ke arah FR10 yang ada di garis tengah lapangan. Tanpa pengawalan yang berarti dari tim lawan yang masih tampak terkejut, FR10 menggocek bola dengan tenang melewati dua pemain lawan dan sesaat kemudian mengirimkan umpan lambung ke kotak penalti lawan."

"Tentu saja di sana tidak ada satupun striker kami, kecuali.. saya! Ya, tadi saya membisiki FR10 untuk meminta bola dari Sugeng dan mencari posisi saya di depan. Saya dengan mudah mengontrol bola dan melakukan gerakan tipuan terhadap lawan yang menjaga saya yang waktu itu hanya satu orang saja. Kemudian dengan lagi-lagi gerak tipu saya dengan mudah menceploskan bola ke arah gawang lawan. GOOOLLLL!!! Seluruh stadion bersorak, kecuali tentunya Erik dan lima orang yang tadi bersamanya. Di kejauhan saya melihat pelatih saya melompat-lompat dengan geram."

"Kami bertiga dan teman-teman yang lain yang tidak ikut dalam pembicaraan rahasia itu merayakan dengan sukacita dan haru. Enam menit kemudian, peluit akhir dibunyikan dan kami keluar sebagai juara kompetisi dengan skor akhir 1-0. Di situlah semua kekacauan ini berawal. Erik yang didaulat sebagai Best Player of The Tournament tidak mengikuti perayaan juara dengan alasan mengalami kram perut dan harus beristirahat di ruang ganti. Itu adalah perayaan juara paling aneh yang pernah saya alami, karena beberapa pemain sama sekali tidak menunjukkan ekspresi gembira."

Pak Made menghentikan sejenak ceritanya. "Wah.. cukup panjang juga ya saya bercerita. Tak terasa sudah hampir 1 jam," katanya sambil tersenyum.

"Lanjut pak. Kami masih penasaran nih," bujuk Wibisono. "Iya pak, bagaimana kelanjutannya?" pinta Prasetya.

Apa yang terjadi setelah kompetisi kedua tersebut? Bagaimana nasib Pak Made selanjutnya? Simak terus di sini ya :)
Arema Malang - 132146

Fradel Rovajar

  • Moderator
  • Legendary Team
  • *****
  • Posts: 1012
    • View Profile
Re: The Football Genius - a football player story
« Reply #54 on: June 04, 2016, 04:49:01 PM »
Woow cerita yang bro Jo buat sungguh membuat saya tergetar. Tahukah bro Jo apa yang kemudian saya ingat setelah membaca kisah bro episode kali ini?
(sejenak saya menghela nafas)
Saya jadi ingat sepak bola penuh dosa* yang dilakukan oleh tim nasional negeri ini. Berikut kutipan yang saya dapat berdasarkan penulusuran surat kabar elektronik detik.com tanggal 27 Oktober 2014

ket.* dosa yang saya maksudkan tentunya dosa moral terhadap semangat fair play/sportivitas

Sepakbola Gajah dan Tragedi Memalukan di Piala Tiger 1998

"...Saat itu, Indonesia dan Thailand yang masuk Grup A dan sudah dipastikan lolos ke semifinal saling berhadapan pada laga penentuan juara grup. Yang jadi juara grup akan bertemu tuan rumah Vietnam (runner-up Grup B) di semifinal dan yang jadi runner-up akan melawan Singapura (juara Grup B).

Indonesia dan Thailand rupanya sama-sama tak mau bertemu Vietnam dan lebih suka menghadapi Singapura. Vietnam saat itu memang tampil garang di babak grup dan terlihat amat menakutkan. Belum lagi status tuan rumah yang membuat mereka mendapatkan dukungan luar biasa dari para suporternya. Sebaliknya, Singapura dianggap lebih lemah dan bisa dilewati dengan gampang.

Untuk jadi runner-up Grup A, Thailand cukup bermain seri dengan Indonesia. Sementara itu, Indonesia harus kalah kalau ingin jadi runner-up Grup A demi menghindari Vietnam di semifinal.

Hal itu membuat pertandingan di Stadion Thong Nhat, Ho Chi Minh City, menjadi berlangsung tidak normal. Tempo permainan lambat dan kedua tim seperti tak bernafsu menang.

Namun, pertandingan mulai seru ketika Miro Baldo Bento membawa Indonesia unggul pada menit ke-53. Berselang sepuluh menit, Thailand menyamakan kedudukan lewat gol Krisada Piandit.

Aji Santoso mencetak gol kedua untuk Indonesia pada menit ke-83, sebelum Thailand kembali menyamakan skor lewat Therdsak Chaiman tiga menit kemudian.

Di sisa waktu, pemandangan yang sangat aneh terlihat di atas lapangan. Bayangkan, para pemain Thailand malah berusaha memperkuat pertahanan Indonesia ketika para pemain Indonesia memainkan bola di kotak penalti sendiri.

Akan tetapi, para pemain Thailand kalah cepat dari Mursyid Effendi. Mursyid dengan sengaja menendang bola ke gawang sendiri pada menit ke-90 dan kiper Kurnia Sandy cuma bisa terdiam melihat gawangnya bobol. Indonesia pun kalah 2-3 dari Thailand dan "sukses" menuntaskan misi jadi runner-up Grup A..."

Betapa saya waktu itu sangat kecewa dan muak dengan Mursyid Effendi. Namun beliau hanyalah salah satu aktor dibalik itu semua, sutradaranya tak pernah terungkap hingga kini...
sungguh menyedihkan
:( :( :(

Terima kasih untuk kisah yang penuh pesan tersirat yang cocok jadi bahan renungan dan instropeksi diri bagi kita semua Bro.Jo  8) 8) 8)
« Last Edit: June 04, 2016, 04:58:24 PM by Fradel Rovajar »

Fradel Rovajar

  • Moderator
  • Legendary Team
  • *****
  • Posts: 1012
    • View Profile
Re: The Football Genius - a football player story
« Reply #55 on: December 31, 2016, 11:18:59 AM »
Menantikan kisah selanjutnya. Siapa tahu di musim liburan akhir tahun ini, Bro. Jo Spaletti ada waktu luang untuk menuangkan ide-ide segar lagi melanjutkan cerita ini  :D :)

KerryDolanovic

  • Youth team
  • *
  • Posts: 34
    • View Profile
Re: The Football Genius - a football player story
« Reply #56 on: January 15, 2017, 02:20:41 PM »
cerita yang menarikk :) 8)

ytbpom

  • Professional team
  • **
  • Posts: 58
    • View Profile
Re: The Football Genius - a football player story
« Reply #57 on: April 20, 2017, 12:55:19 PM »
Menantikan kisah selanjutnya. Siapa tahu di musim liburan akhir tahun ini, Bro. Jo Spaletti ada waktu luang untuk menuangkan ide-ide segar lagi melanjutkan cerita ini  :D :)

cerita yang menarikk :) 8)

Terima kasih untuk supportnya bro Fradel & bro Kerry.
Saya mohon maaf sebesar2 nya karena cerita ini berhenti untuk waktu yang cukup lama :)

Kali ini saya berhasil sedikit 'mencuri' waktu untuk menulis kelanjutan cerita ini, hahaha...
Selamat menikmati...
Arema Malang - 132146

ytbpom

  • Professional team
  • **
  • Posts: 58
    • View Profile
Pak Made berjalan mendekat ke arah 3 orang muridnya itu dan menggulung lengan kaos olahraga yang dipakainya. "Coba kalian lihat ini baik-baik," kata Pak Made seraya menunjukkan bekas luka memanjang di lengan bagian atasnya. Prasetya, Yulius, dan Wibisono jelas sangat terkejut melihat bekas luka itu. "Luka ini bapak dapat sehabis pertandingan final yang menegangkan itu."

"Nanti akan kuceritakan lebih detil. Namun yang pasti setelah pesta perayaan juara yang semu itu, kami bertiga tidak dianggap sama sekali oleh ke-enam orang yang tadi masuk ke dalam ruangan itu dan juga oleh pelatih kami," lanjut Pak Made. "Pelatih kami hanya memuji kerja keras Erik selama kompetisi dan tidak menyebut nama kami bertiga satu kali pun, sebelum akhirnya beliau membubarkan tim. Hambar, sedih, jengkel, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Itulah yang kami bertiga rasakan waktu itu." Pak Made terdiam sejenak seraya menghela nafas.

"Sepulang dari final itulah, kejadian yang akhirnya membuat karir sepakbola bapak berakhir. Di perjalanan pulang, ketika bapak sedang berjalan di tepi sebuah sungai, yang memang selalu bapak lewati setiap kali bapak pulang pergi ke kampus, tiba-tiba ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi mencoba menabrak bapak. Sampai sekarang pun bapak tidak tahu siapa yang ada di dalam mobil itu."

"Sontak saja bapak melompat ke samping, ke arah sungai, karena terkejut dengan peristiwa itu. Naas bagi bapak, posisi jatuh bapak waktu itu kurang baik sehingga lengan bapak terkena kawat berduri yang ada di sekitar tepi sungai itu. Luka panjang pun tercipta di tangan bapak. Tidak berhenti sampai di situ, pinggul bapak terbentur ke sebuah batu yang tajam sebelum bapak tercebur ke dalam sungai."

"Akibat kejadian itu, bapak harus dirawat di rumah sakit selama 1 minggu. Dan seperti yang kalian lihat, sampai sekarang pun bapak masih berjalan dengan pincang karena tulang pinggul bapak retak dan menyebabkan kaki bapak panjang sebelah. Di situlah karir sepakbola bapak terhenti tanpa sekalipun pernah membela timnas."

Terlihat raut kesedihan di mata Pak Made. Wibisono membayangkan apabila ke-empat orang itu tetap bersatu dan membela timnas, apa yang bisa terjadi dengan Timnas Indonesia. Timnas pasti akan berjaya di dunia internasional! Wibisono menggumpalkan tangannya tanda ia geram karena hanya akibat ulah segelintir oknum, peluang timnas untuk dibela orang2 terbaik akhirnya menjadi sirna.

"Setelah peristiwa final itu, tim kampus ini dilarang untuk mengikuti kompetisi itu dengan alasan yang dibuat-buat. Mereka menunjukkan bukti-bukti palsu yang menyudutkan kami seolah-olah tim kami menyogok wasit dan perangkat pertandingan sehingga bisa sampai ke final meskipun tidak diperkuat satu pun pemain dari tim profesional. Di situ kami merasa harga diri kami diinjak-injak."

"Erik tentu saja berpindah kampus ke Universitas Cahaya Abadi tak lama kemudian. Sementara itu FR10 dan Sugeng berpindah-pindah membela kampus-kampus yang lain sebagai pemain pinjaman. Tentu saja karena tim kampus kami tidak diijinkan mengikuti pertandingan. Di situ bakat FR10 semakin bersinar sehingga akhirnya dia direkrut oleh salah satu tim besar di Jawa Barat. Di sanalah karirnya bersinar sehingga ia menjadi langganan timnas nantinya."

"Sayangnya Sugeng kurang beruntung. Dia direkrut oleh tim yang cukup besar juga, namun ia jarang dimainkan karena pelatihnya waktu itu lebih mengandalkan pemain gaek daripada pemain muda. Karirnya pun meredup dan ia hanya sempat dua kali membela timnas sebelum akhirnya memutuskan untuk pensiun."

"Saat itu sebenarnya bapak berpikir, bahwa Erik lah yang paling berpeluang besar untuk membela timnas. Itu karena dia sangat dekat dengan oknum-oknum yang datang ke pertandingan kami waktu itu. Namun, syukurlah karena ternyata di organisasi PSSI masih ada orang yang berhati mulia. Orang ini mengetahui tentang kecurangan dan usaha menyuap yang dilakukan waktu itu, sehingga ia pun tidak pernah memanggil Erik untuk membela timnas."

"Ya, orang itu adalah Rahmad Hermawan. Pemandu bakat timnas yang kemudian melatih timnas mulai dari U-19, U-21, U-22, sampai timnas senior," jelas Pak Made. Wibisono melongo mendengar itu. Matanya terbelalak dan ia bertanya dengan lirih, "Apakah itu adalah RH, yang asistennya menemui saya dua minggu lalu itu, pak?" Pak Made mengangguk. "Benar, Wibisono. Waluyo, yang menemuimu dua minggu lalu itu adalah asisten dari Rahmat Hermawan, atau yang lebih dikenal dengan julukan RH."

"Wah, kamu terkenal sekali, Wibi!" seru Prasetya dan Yulius nyaris bersamaan sambil menepuk pundak Wibisono. Wibisono hanya bisa tersenyum kecil. Pak Made menghela nafas dan melanjutkan ceritanya, "RH inilah sosok yang paling bapak kagumi waktu itu dan sampai sekarang, karena di tengah carut marutnya persepakbolaan tanah air, dia menjadi salah satu orang yang berani berdiri di jalan yang benar. Dia berani menentang arus dan menolak semua upaya sogok yang diarahkan padanya."

"Kompetisi Garuda Muda ini pun sempat dibekukan selama 2 tahun sebelum akhirnya diadakan lagi dan diubah menjadi 2 tahun sekali agar generasi yang sama hanya bisa bermain 2 kali di kompetisi ini sebelum mereka lulus, untuk menghindari terjadinya kecurangan. Namun demikian, Tim Kampus Cahaya Abadi terus bermain kotor dengan praktek suap maupun melukai pemain lawan yang berpotensi menyulitkan mereka. Tidak heran, dari 10 kali kompetisi ini diadakan sejak final itu, mereka berhasil menjuarainya sebanyak 8 kali."

"Dua kali mereka tidak menjadi juara hanyalah ketika mereka tidak mengikuti kompetisi ini," lanjut Pak Made. "Mereka menghalalkan segala cara karena tampaknya ada oknum kuat yang terus membiayai tim sepakbola kampus ini. Tak heran fasilitas olahraga di kampus mereka sangat bagus, hampir menyerupai fasilitas yang dimiliki oleh sebuah klub profesional tingkat menengah."

"Tiga tahun yang lalu, akhirnya tim kampus kita diperbolehkan lagi untuk mengikuti kompetisi ini. Karena itulah..." seru Pak Made sembari meletakkan kedua telapak tangannya di atas meja. Ia menatap tajam ke arah tiga murid yang ada di depannya dan kemudian melanjutkan dengan tegas, "... kita harus memenangkan kompetisi tahun ini! Dengan kalian yang ada saat ini, aku yakin kita pasti bisa!" Pak Made menegakkan tubuhnya dan menantang ketiga muridnya itu, "Apa kalian siap? Apa kalian yakin kita pasti bisa?"

Prasetya, Yulius, dan Wibisono membalas tantangan Pak Made itu dengan berdiri dan sambil mengepalkan tangan ke atas, mereka berteriak, "Siap, Pak! Kita Pasti Bisa!"

Ruangan kantor Pak Made siang itu menjadi saksi bisu ke-empat orang yang menjalin komitmen untuk memenangkan kompetisi itu. Mereka ber-empat ingin membuktikan bahwa uang tidak akan bisa membeli segalanya dan bahwa uang tidak akan bisa mengalahkan tekad yang kuat dan hati yang tulus.

Bagaimana kelanjutan kisah ini? Simak terus di episode selanjutnya :)
« Last Edit: April 20, 2017, 01:01:07 PM by ytbpom »
Arema Malang - 132146