30
« on: January 17, 2015, 10:18:22 AM »
Episode 3 - Wibisono: si rendah hati
Segera setelah peluit panjang tanda pertandingan berakhir, seluruh pemain SMA Sukolilo yang duduk di bangku cadangan segera berhamburan ke tengah lapangan. Mereka berangkulan dengan para pemain yang ada di lapangan dan merayakan keberhasilan mereka lolos dari degradasi. Namun di bangku cadangan tampak satu orang pemain yang hanya duduk dan menunduk. Ya, orang itu ialah Tompel. Ia masih merasa jengkel dengan keputusan Pak Wisnu yang menggantinya dengan pemain baru yang belum dikenalnya. Tompel merasa seharusnya apabila pelatih ingin menggantinya dengan striker lain, ia bisa mengganti dengan Kodir, anak kelas 2 dengan tinggi badan 185cm. Kodir juga salah satu pencetak gol terbanyak tim dengan 6 gol selama kompetisi, hanya 3 gol di bawahnya. Apalagi anak baru itu berhasil mencetak gol. Ini akan membuat anak baru itu tidak menghormati para seniornya, termasuk dirinya. Dengan kesal Tompel menendang botol mineral kosong yang ada di dekat kakinya.
"Aduh..!" Tanpa disangka oleh Tompel, botol yang ditendangnya mengenai kepala seseorang yang berjalan ke arahnya. Siapa lagi kalau bukan Wibisono. Tampak sedikit memar berwarna merah di dahi Wibisono. Sambil mengelus-elus kepalanya yang terasa sakit, Wibisono terus berjalan ke arah Tompel. Sontak Tompel tak kuasa menahan tawanya melihat peristiwa itu. Ia tertawa terpingkal-pingkal di bangkunya. Perasaan kecewa dan amarahnya tadi seketika lenyap. Ia menyadari bahwa justru sebagai kapten tim, seharusnya ia menjadi panutan dan menyambut setiap pemain baru. Apalagi untuk pemain berbakat seperti Wibisono.
Tompel memutuskan untuk berdiri menyambut si pemain baru, Wibisono. Namun belum sempat Tompel berdiri, ia melihat sebuah uluran tangan. Ia mengangkat wajahnya ke arah Wibisono yang mengulurkan tangannya dan ia menyambut uluran tangan itu. Wibisono tersenyum dan berkata, "Kenalkan kapten, nama saya Wibisono. Mohon bimbingannya!" Tompel pun berdiri dan merangkul Wibisono. "Good job! Welcome to the team!" ia berkata singkat sambil tersenyum. Keduanya pun berjalan ke arah tengah lapangan untuk merayakan bersama rekan2 mereka yang lain. Pak Wis yang melihat adegan itu dari jarak beberapa meter tersenyum simpul dan menyusul ke tengah lapangan.
Lima belas menit kemudian, para pemain SMA Sukolilo berada di dalam ruang ganti. Wajah mereka jelas menunjukkan rasa puas. 18 pertandingan di musim kompetisi sekolah tahun ini sudah mereka jalani dan target mereka untuk bertahan di kompetisi berhasil tercapai. Suasana ceria itu jelas berbeda dengan suasana ruang ganti itu dalam 5 pertandingan terakhir di mana mereka sulit sekali meraih kemenangan sehingga posisi mereka di klasemen terus melorot. "Ehm.." Pak Wisnu berdehem dengan keras sehingga suasana di ruang ganti pun menjadi hening. Seluruh pemain lama di tim ini mengerti bahwa apabila Pak Wisnu berdehem, itu artinya beliau akan menyampaikan sesuatu yang penting. "Baik anak-anak, pertama-tama saya mengucapkan selamat atas keberhasilan kalian lolos dari degradasi. Kalian semua harus ingat bahwa ini adalah hasil kerja tim, bukan karena satu atau dua orang." Semua pemain mengangguk tanda setuju.
"Yang kedua, saya ingin memberikan pujian khusus untuk Tompel dan Aji. Kalian adalah kapten dan wakil kapten yang luar biasa. Selama 3 tahun kalian di sini, tim kita menjadi tim yang diperhitungkan oleh lawan-lawan kita. Sayang sekali di tengah kompetisi Tompel harus menepi selama 15 hari karena terkena diare dan flu. Tapi itu sudah berlalu, tidak perlu disesalkan. Saya berterima kasih untuk dedikasi kalian selama 3 tahun terakhir ini. Kalian memudahkan tugas saya sebagai pelatih!" Tompel dan Aji tersenyum mendapatkan pujian itu.
"Sangat disayangkan ini adalah tahun terakhir kalian di sini dan tahun depan kalian sudah tidak bisa membela sekolah ini. Sayang sekali kalian lulus tahun ini," gurau Pak Wisnu yang disambut tawa semua pemain. "Semoga kalian bisa terus bermain bola di tempat kuliah kalian nantinya. Good luck untuk kalian berdua dan semua murid kelas 3 di tim ini!" tutup Pak Wisnu yang disambut tepuk tangan semua pemain. Selanjutnya Pak Wisnu memperkenalkan Wibisono dan salah seorang pemain baru yang baru tahun ini masuk ke SMA Sukolilo. Semua pemain tentu sudah mengenal si Wibisono.
"Dan akhirnya, hari ini kita kedatangan tamu istimewa, yaitu wartawan dari sebuah koran terkenal di kota kita. Beliau secara khusus minta kepada saya untuk bisa mewawancarai Tompel, Wibisono, dan saya sendiri. Silakan Saudara Bagas," tutup Pak Wisnu. Bagas mengangguk dan segera mempersiapkan alat perekam pembicaraan yang sudah dibawanya. Ia mengeluarkan beberapa pertanyaan yang umum untuk Pak Wisnu dan Tompel. Setelah mewawancarai kedua orang tersebut selama sekitar 15 menit, Bagas pun beralih kepada Wibisono.
"Baik, Dik Wibisono, sekarang giliranmu," kata Bagas. Wibisono hanya mengangguk pelan. Ia terlihat grogi. "Tadi kita semua melihat gol yang sangat cantik lahir dari kakimu. Namun yang ingin saya tanyakan adalah proses terjadinya gol tersebut. Beberapa orang yang duduk di sekitar saya, termasuk saya sendiri, cukup yakin bahwa sebelum gol salto itu kamu sempat terpeleset. Apakah kamu bisa mengonfirmasi akan hal itu? Atau itu benar2 teknik yang kamu pakai?" Wibisono tampak ingin menjawab pertanyaan itu, namun suaranya tak kunjung keluar. Sepertinya ia tidak pernah berada di dalam suasana wawancara seperti itu sehingga rasa grogi yang hebat menyerangnya.
"Hmm.. saya coba bantu jawab ya," timpal Pak Wisnu. "Saya rasa itu adalah keahliannya, yaitu untuk mengelabui mata lawan dan penonton. Memang terlihat seperti terpeleset, tetapi saya yakin itu adalah teknik yang dimilikinya," sambung Pak Wisnu. Bagas mengangguk2 dan kembali bertanya, "Benar begitu, Dik Wibi?" Wibisono akhirnya bisa bersuara, "Uhmm.. sa.. saya hanya beruntung saja kok." Semua pemain tertawa mendengar Wibisono yang menjawab dengan suara bergetar. "Wah, saya lihat kamu pemain yang sangat rendah hati. Semoga tahun depan kamu bisa membawa tim ini lebih baik lagi ya. Baik, sekian wawancara saya hari ini Pak Wisnu. Selamat sekali lagi ya," tutup Bagas. Bagas pun bersalaman dengan satu persatu pemain SMA Sukolilo. Tak lama kemudian, para pemain pun meninggalkan ruang ganti stadion dan pulang ke rumah mereka masing2.
Para murid kelas 3 merasa lega karena tim sekolah mereka berhasil lolos dari degradasi. Sementara para murid kelas 1 dan 2 ditambah Wibisono yang baru akan masuk di tahun ajaran baru melangkah pulang dengan harapan dan tekad bahwa tahun depan harus lebih baik lagi. Harapan itu ada di pundak mereka dan seiring langkah mereka pulang, mereka merajut harapan dan impian yang baru.
Bagaimana petualangan tim SMA Sukililo ini di tahun selanjutnya? Simak terus kiprah Wibisono dkk. di episode selanjutnya :)