Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - ytbpom

Pages: [1] 2 3
1
Pak Made berjalan mendekat ke arah 3 orang muridnya itu dan menggulung lengan kaos olahraga yang dipakainya. "Coba kalian lihat ini baik-baik," kata Pak Made seraya menunjukkan bekas luka memanjang di lengan bagian atasnya. Prasetya, Yulius, dan Wibisono jelas sangat terkejut melihat bekas luka itu. "Luka ini bapak dapat sehabis pertandingan final yang menegangkan itu."

"Nanti akan kuceritakan lebih detil. Namun yang pasti setelah pesta perayaan juara yang semu itu, kami bertiga tidak dianggap sama sekali oleh ke-enam orang yang tadi masuk ke dalam ruangan itu dan juga oleh pelatih kami," lanjut Pak Made. "Pelatih kami hanya memuji kerja keras Erik selama kompetisi dan tidak menyebut nama kami bertiga satu kali pun, sebelum akhirnya beliau membubarkan tim. Hambar, sedih, jengkel, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Itulah yang kami bertiga rasakan waktu itu." Pak Made terdiam sejenak seraya menghela nafas.

"Sepulang dari final itulah, kejadian yang akhirnya membuat karir sepakbola bapak berakhir. Di perjalanan pulang, ketika bapak sedang berjalan di tepi sebuah sungai, yang memang selalu bapak lewati setiap kali bapak pulang pergi ke kampus, tiba-tiba ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi mencoba menabrak bapak. Sampai sekarang pun bapak tidak tahu siapa yang ada di dalam mobil itu."

"Sontak saja bapak melompat ke samping, ke arah sungai, karena terkejut dengan peristiwa itu. Naas bagi bapak, posisi jatuh bapak waktu itu kurang baik sehingga lengan bapak terkena kawat berduri yang ada di sekitar tepi sungai itu. Luka panjang pun tercipta di tangan bapak. Tidak berhenti sampai di situ, pinggul bapak terbentur ke sebuah batu yang tajam sebelum bapak tercebur ke dalam sungai."

"Akibat kejadian itu, bapak harus dirawat di rumah sakit selama 1 minggu. Dan seperti yang kalian lihat, sampai sekarang pun bapak masih berjalan dengan pincang karena tulang pinggul bapak retak dan menyebabkan kaki bapak panjang sebelah. Di situlah karir sepakbola bapak terhenti tanpa sekalipun pernah membela timnas."

Terlihat raut kesedihan di mata Pak Made. Wibisono membayangkan apabila ke-empat orang itu tetap bersatu dan membela timnas, apa yang bisa terjadi dengan Timnas Indonesia. Timnas pasti akan berjaya di dunia internasional! Wibisono menggumpalkan tangannya tanda ia geram karena hanya akibat ulah segelintir oknum, peluang timnas untuk dibela orang2 terbaik akhirnya menjadi sirna.

"Setelah peristiwa final itu, tim kampus ini dilarang untuk mengikuti kompetisi itu dengan alasan yang dibuat-buat. Mereka menunjukkan bukti-bukti palsu yang menyudutkan kami seolah-olah tim kami menyogok wasit dan perangkat pertandingan sehingga bisa sampai ke final meskipun tidak diperkuat satu pun pemain dari tim profesional. Di situ kami merasa harga diri kami diinjak-injak."

"Erik tentu saja berpindah kampus ke Universitas Cahaya Abadi tak lama kemudian. Sementara itu FR10 dan Sugeng berpindah-pindah membela kampus-kampus yang lain sebagai pemain pinjaman. Tentu saja karena tim kampus kami tidak diijinkan mengikuti pertandingan. Di situ bakat FR10 semakin bersinar sehingga akhirnya dia direkrut oleh salah satu tim besar di Jawa Barat. Di sanalah karirnya bersinar sehingga ia menjadi langganan timnas nantinya."

"Sayangnya Sugeng kurang beruntung. Dia direkrut oleh tim yang cukup besar juga, namun ia jarang dimainkan karena pelatihnya waktu itu lebih mengandalkan pemain gaek daripada pemain muda. Karirnya pun meredup dan ia hanya sempat dua kali membela timnas sebelum akhirnya memutuskan untuk pensiun."

"Saat itu sebenarnya bapak berpikir, bahwa Erik lah yang paling berpeluang besar untuk membela timnas. Itu karena dia sangat dekat dengan oknum-oknum yang datang ke pertandingan kami waktu itu. Namun, syukurlah karena ternyata di organisasi PSSI masih ada orang yang berhati mulia. Orang ini mengetahui tentang kecurangan dan usaha menyuap yang dilakukan waktu itu, sehingga ia pun tidak pernah memanggil Erik untuk membela timnas."

"Ya, orang itu adalah Rahmad Hermawan. Pemandu bakat timnas yang kemudian melatih timnas mulai dari U-19, U-21, U-22, sampai timnas senior," jelas Pak Made. Wibisono melongo mendengar itu. Matanya terbelalak dan ia bertanya dengan lirih, "Apakah itu adalah RH, yang asistennya menemui saya dua minggu lalu itu, pak?" Pak Made mengangguk. "Benar, Wibisono. Waluyo, yang menemuimu dua minggu lalu itu adalah asisten dari Rahmat Hermawan, atau yang lebih dikenal dengan julukan RH."

"Wah, kamu terkenal sekali, Wibi!" seru Prasetya dan Yulius nyaris bersamaan sambil menepuk pundak Wibisono. Wibisono hanya bisa tersenyum kecil. Pak Made menghela nafas dan melanjutkan ceritanya, "RH inilah sosok yang paling bapak kagumi waktu itu dan sampai sekarang, karena di tengah carut marutnya persepakbolaan tanah air, dia menjadi salah satu orang yang berani berdiri di jalan yang benar. Dia berani menentang arus dan menolak semua upaya sogok yang diarahkan padanya."

"Kompetisi Garuda Muda ini pun sempat dibekukan selama 2 tahun sebelum akhirnya diadakan lagi dan diubah menjadi 2 tahun sekali agar generasi yang sama hanya bisa bermain 2 kali di kompetisi ini sebelum mereka lulus, untuk menghindari terjadinya kecurangan. Namun demikian, Tim Kampus Cahaya Abadi terus bermain kotor dengan praktek suap maupun melukai pemain lawan yang berpotensi menyulitkan mereka. Tidak heran, dari 10 kali kompetisi ini diadakan sejak final itu, mereka berhasil menjuarainya sebanyak 8 kali."

"Dua kali mereka tidak menjadi juara hanyalah ketika mereka tidak mengikuti kompetisi ini," lanjut Pak Made. "Mereka menghalalkan segala cara karena tampaknya ada oknum kuat yang terus membiayai tim sepakbola kampus ini. Tak heran fasilitas olahraga di kampus mereka sangat bagus, hampir menyerupai fasilitas yang dimiliki oleh sebuah klub profesional tingkat menengah."

"Tiga tahun yang lalu, akhirnya tim kampus kita diperbolehkan lagi untuk mengikuti kompetisi ini. Karena itulah..." seru Pak Made sembari meletakkan kedua telapak tangannya di atas meja. Ia menatap tajam ke arah tiga murid yang ada di depannya dan kemudian melanjutkan dengan tegas, "... kita harus memenangkan kompetisi tahun ini! Dengan kalian yang ada saat ini, aku yakin kita pasti bisa!" Pak Made menegakkan tubuhnya dan menantang ketiga muridnya itu, "Apa kalian siap? Apa kalian yakin kita pasti bisa?"

Prasetya, Yulius, dan Wibisono membalas tantangan Pak Made itu dengan berdiri dan sambil mengepalkan tangan ke atas, mereka berteriak, "Siap, Pak! Kita Pasti Bisa!"

Ruangan kantor Pak Made siang itu menjadi saksi bisu ke-empat orang yang menjalin komitmen untuk memenangkan kompetisi itu. Mereka ber-empat ingin membuktikan bahwa uang tidak akan bisa membeli segalanya dan bahwa uang tidak akan bisa mengalahkan tekad yang kuat dan hati yang tulus.

Bagaimana kelanjutan kisah ini? Simak terus di episode selanjutnya :)

2
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: April 20, 2017, 12:55:19 PM »
Menantikan kisah selanjutnya. Siapa tahu di musim liburan akhir tahun ini, Bro. Jo Spaletti ada waktu luang untuk menuangkan ide-ide segar lagi melanjutkan cerita ini  :D :)

cerita yang menarikk :) 8)

Terima kasih untuk supportnya bro Fradel & bro Kerry.
Saya mohon maaf sebesar2 nya karena cerita ini berhenti untuk waktu yang cukup lama :)

Kali ini saya berhasil sedikit 'mencuri' waktu untuk menulis kelanjutan cerita ini, hahaha...
Selamat menikmati...

3
Pak Made duduk di kursinya dan segera melanjutkan. "Ketika kami sedang beristirahat dan membahas taktik untuk babak kedua, masuklah dua orang berpakaian rapi dan menggunakan jas. Mereka mengangguk kecil ke arah pelatih kami sambil menunjukkan kartu keanggotaan mereka, meminta ijin untuk berbicara. Pelatih kami tidak bisa melarang mereka dan hanya mengangguk kecil juga."

"Orang yang lebih tinggi mengeluarkan secarik kertas dari kantung jasnya seraya berkata, 'Made, Erik, Fradel, Sugeng, Ridwan, Dicky! Nama yang saya sebut ikut saya sebentar.' Kami berenam pun melangkah mengikuti kedua orang itu menuju ke sebuah ruangan kecil di sebelah ruang ganti, diikuti oleh pelatih kami. Kami pun bertanya-tanya ada apa sebenarnya."

"'Satu gol dan nol gol sama dengan 10 juta,' kata orang yang lebih pendek dan berkacamata. Kami semua saling berpandangan tanda tak mengerti. Orang itu kemudian menyuruh pelatih kami untuk menjelaskan. 'Jadi begini, kalian berenam adalah roh permainan tim ini. Saya sungguh bangga kalian bisa sampai di babak final ini. Sekarang apa yang beliau2 ini minta sangat sederhana. Satu gol berarti kita harus membiarkan lawan memasukkan minimal satu gol ke gawang kita. Nol gol berarti kita tidak boleh memasukkan gol ke gawang mereka. Kalau kedudukan berakhir dengan kemenangan mereka, maka kalian masing-masing akan mendapat uang 10 juta,' begitulah pelatih kami menjelaskan maksud kalimat dari orang itu."

"Saya, FR10, dan Sugeng segera berdiri memrotes permintaan itu. Kami sama sekali tidak sudi disuap dengan cara seperti itu. Namun tampaknya pelatih kami pun sudah sepakat dengan kedua orang itu dan menyuruh kami duduk kembali. Kami bertiga pun berinisiatif untuk segera beranjak keluar serta mengajak ketiga teman kami yang lainnya. Namun Erik, Ridwan, dan Dicky tidak bergerak dari tempat duduk mereka. Kami berusaha membujuk Erik, tetapi dia seakan silau dengan tawaran uang itu dan sama sekali tidak mau melihat kami."

"Akhirnya kami bertiga memutuskan untuk keluar dari ruangan itu. Sesaat kemudian, tiga orang teman kami yang lain dipanggil masuk ke ruangan itu. Entah apa yg mereka bicarakan di dalam, yang jelas ketika keluar wajah mereka semua tampak berbinar-binar. Kedua orang tadi segera berpamitan dan keluar dari ruangan itu. Pelatih kami menyuruh kami semua duduk untuk membahas taktik. Tampak jelas mukanya menunjukkan kejengkelan kepada kami bertiga."

"'5-4-1. Itu strategi kita di babak 2. Made, kamu akan menempati posisi full-back kanan. Sugeng full-back kiri. Fradel akan menjadi bek tengah karena kita kekurangan pemain bertahan. Ridwan dan Dicky menjadi motor serangan di belakang Erik,' kata pelatih kami. Jelas kami melihat begitu banyak kejanggalan di sana. Bagaimana mungkin dalam posisi sama kuat 0-0 dan kami mempunyai peluang yang sangat besar untuk mencetak gol, formasinya diubah menjadi 5-4-1?"

"Yang lebih aneh, saya yang biasanya beroperasi di sayap kanan sebagai gelandang serang dijadikan full-back. Demikian juga Sugeng yang merupakan bek tengah dipindah ke sisi kiri dan malah diganti oleh Fradel yang jelas-jelas seorang penyerang lubang. Ini benar-benar tidak masuk akal. Tetapi kami bertiga tidak berani protes waktu itu, karena apabila protes maka bisa-bisa kami bertiga diganti dan tidak bisa lagi berbuat apa-apa."

"Singkat cerita, pertandingan babak kedua berjalan berat sebelah. Tim Cahaya Abadi begitu menguasai permainan dan sering sekali mengancam gawang kami. Untungnya Sugeng bermain dengan sangat brilian. Meskipun ditaruh di kiri, pada saat yang kritis dia selalu tiba tepat waktu untuk menghalau bola. Saya dan FR10 sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa untuk bertahan dari ketiga pemain profesional di tim lawan. Apalagi untuk membantu penyerangan, karena kami terlalu sibuk untuk bertahan. Formasi 5-4-1 dalam teori pelatih kami seringkali berubah menjadi 6-4-0 atau bahkan 7-3-0 di lapangan."

"Menit 90, skor masih 0-0 dan tambahan waktu 6 menit! Saya melihat Sugeng sudah sangat kelelahan karena harus bolak balik dari kiri ke tengah dan sebaliknya. Di sisi lain, Erik dan gelandang serang lainnya sering sekali membuang peluang dengan tembakan yang melenceng maupun jauh di atas tiang gawang. Tidak ada yang menyadari bahwa itu disengaja, kecuali kami bertiga dan mereka tentunya."

"Pada saat itu terjadi pelanggaran oleh tim lawan terhadap FR10, sehingga mengakibatkan tendangan bebas untuk kami. Saya segera menghampiri FR10 dan membisikkan sesuatu padanya. Kemudian ia berlari menghampiri Sugeng dan memberikan sebuah kode. Sugeng yang tampak sangat lelah tidak memberikan reaksi apa-apa. Dia juga yang akan mengambil tendangan bebas yang terjadi di dekat kotak penalti kami itu. Para penyerang berkumpul jadi satu di sepertiga lapangan lawan. Tidak ada satupun yang berinisiatif memanfaatkan lubang di sisi kiri dan kanan tim lawan."

"Sugeng pun melakukan tendangan bebas itu. Tak seperti dugaan banyak orang yg mengira bahwa dia akan langsung melakukan tendangan bebas keras menuju ke para penyerang, Sugeng justru mengoper bola dengan tenaga sedang ke arah FR10 yang ada di garis tengah lapangan. Tanpa pengawalan yang berarti dari tim lawan yang masih tampak terkejut, FR10 menggocek bola dengan tenang melewati dua pemain lawan dan sesaat kemudian mengirimkan umpan lambung ke kotak penalti lawan."

"Tentu saja di sana tidak ada satupun striker kami, kecuali.. saya! Ya, tadi saya membisiki FR10 untuk meminta bola dari Sugeng dan mencari posisi saya di depan. Saya dengan mudah mengontrol bola dan melakukan gerakan tipuan terhadap lawan yang menjaga saya yang waktu itu hanya satu orang saja. Kemudian dengan lagi-lagi gerak tipu saya dengan mudah menceploskan bola ke arah gawang lawan. GOOOLLLL!!! Seluruh stadion bersorak, kecuali tentunya Erik dan lima orang yang tadi bersamanya. Di kejauhan saya melihat pelatih saya melompat-lompat dengan geram."

"Kami bertiga dan teman-teman yang lain yang tidak ikut dalam pembicaraan rahasia itu merayakan dengan sukacita dan haru. Enam menit kemudian, peluit akhir dibunyikan dan kami keluar sebagai juara kompetisi dengan skor akhir 1-0. Di situlah semua kekacauan ini berawal. Erik yang didaulat sebagai Best Player of The Tournament tidak mengikuti perayaan juara dengan alasan mengalami kram perut dan harus beristirahat di ruang ganti. Itu adalah perayaan juara paling aneh yang pernah saya alami, karena beberapa pemain sama sekali tidak menunjukkan ekspresi gembira."

Pak Made menghentikan sejenak ceritanya. "Wah.. cukup panjang juga ya saya bercerita. Tak terasa sudah hampir 1 jam," katanya sambil tersenyum.

"Lanjut pak. Kami masih penasaran nih," bujuk Wibisono. "Iya pak, bagaimana kelanjutannya?" pinta Prasetya.

Apa yang terjadi setelah kompetisi kedua tersebut? Bagaimana nasib Pak Made selanjutnya? Simak terus di sini ya :)

4
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: June 03, 2016, 06:04:06 AM »
Hahaha... Fradel di sini hanya tokoh fiktif, bro. Saya hanya 'mencatut' nama bro (tentunya sudah seijin bro Fradel) agar cerita jadi lebih menarik :)
Saya juga senang apabila teman2 bisa menikmati jalannya cerita ini.
Episode selanjutnya akan di-post segera. Semoga bisa hari ini :D

Oh iya, buat teman2 yg mungkin mau menyumbangkan nama orang/tim ke cerita saya, boleh menghubungi saya via reply di sini atau bisa juga lewat PM :)

5
"Jadi singkat cerita, karena begitu digdayanya kami waktu itu, para pelaku industri sepakbola profesional mulai melirik kami. Kemudian salah seorang pengurus organisasi sepakbola nasional yg merupakan ketua cabang di daerah kami mulai menghubungi pihak kampus. Mereka sempat beberapa kali mengajak tim kami bertemu dan menjelaskan seluk beluk persepakbolaan nasional beserta visi misi mereka," lanjut Pak Made.

"Intinya, mereka ingin membuat sebuah kompetisi amatir namun resmi, yang disponsori dan digelar secara nasional. Kompetisi ini bertajuk 'Kompetisi Pencarian Bakat Antar Kampus' dan pesertanya adalah kampus-kampus yang bersedia untuk bergabung. Waktu itu masih dibatasi untuk kampus-kampus di Jawa saja."

"Pergelaran pertama kompetisi itu berjalan lancar dan tanpa hambatan. Seperti yang mungkin sudah kalian duga, tim kami menjuarai kompetisi itu dengan mudah. Di final, kami menekuk tim kuat Cahaya Abadi dengan skor telak, 4-1. Ya, kalian tidak salah. Itu adalah tim yang sama dengan yang akan kita hadapi di kompetisi tahun ini."

"Erik menjadi top skorer dengan 10 gol, sementara FR10 mendapat penghargaan best player berkat 7 gol dan 15 assistnya. Saya sendiri berhasil menorehkan 4 gol dan 11 assist."

Pak Made berhenti sejenak dari ceritanya. Ia melihat pada 3 orang di depannya yang terbengong-bengong mendengar cerita itu. "Waaahhh... Anda dan teman2 Anda hebat sekali, pak," cetus Prasetya sejenak kemudian setelah lepas dari kekagumannya. Pak Made tertawa kecil mendengar celetukan itu. Kemudian ia menghela nafas panjang sebelum melanjutkan lagi.

"Kami semua sangat bangga dengan pencapaian itu. Tim kami pun diliput oleh berbagai media cetak maupun elektronik lokal dan nasional. Ketika kami semua sedang larut dalam kegembiraan selepas laga final, datanglah seorang perwakilan dari induk sepakbola di pusat. Beliau mengatakan sangat bangga dengan bibit2 muda seperti kami dan menjanjikan kompetisi tahun depannya akan diselenggarakan dengan lebih semarak dan tentu saja.. penghargaan yang lebih besar untuk tim juara."

"Awalnya saya sangat antusias karena mengira bahwa penghargaan itu berupa pelatihan ke luar negeri atau perekrutan ke salah satu tim profesional dalam negeri. Ternyata saya salah besar!" Pak Made menghentikan sejenak ceritanya. Ia mengusap keringat di keningnya. Tampak sedikit nada emosi di kalimatnya yang terakhir. Ia berdehem dan segera melanjutkan ceritanya.

"Tahun depannya, sebulan sebelum kompetisi digelar, pihak PSSI* mengundang perwakilan dari seluruh kampus yang terlibat. Kebetulan tim kampus kami diwakili oleh pelatih kami, saya, dan Erik. Di sana mereka menjelaskan tentang kompetisi yang akan dihelat. Satu hal baru yang mereka putuskan adalah mereka akan memasukkan beberapa pemain profesional dari klub ke kampus2 tertentu. Dan itu akan dilakukan secara acak. Para pemain profesional ini akan ikut bermain dalam tim yang dimasukinya. Tujuannya adalah para pemain profesional itu bisa membantu memberikan pelatihan teknik dan strategi sehingga diharapkan bisa meningkatkan kemampuan bibit2 muda ini dengan maksimal."

"Dan di situ juga saya baru tahu apa maksud mereka dengan penghargaan yang lebih besar itu. Ternyata yang mereka maksud adalah hadiah uang yang lebih banyak. Tentu saja waktu itu saya protes, meskipun dalam hati, apa gunanya hadiah berupa uang untuk kami para mahasiswa. Okelah, mungkin mereka berpikir itu berguna untuk studi kami. Tetapi, apabila memang seperti itu, bukankah lebih baik mereka memberi hadiah berupa beasiswa saja? Lagipula uang juga tidak akan membuat kemampuan kami lebih berkembang."

"Ya sudahlah pikir saya.. yang terpenting mereka berniat baik dengan memasukkan para pemain profesional untuk membantu perkembangan kami semua. Sayangnya maksud yang mulia itu pada akhirnya dicemari oleh ulah beberapa oknum, karena saya baru tahu setelah kompetisi berakhir bahwa para pemain itu tidak benar2 dimasukkan secara acak. Melainkan kampus yang memberikan uang dalam jumlah besarlah yang akan mendapat pemain profesional terbanyak."

"Tidak heran bahwa kampus kami waktu itu tidak mendapatkan satupun pemain profesional, sementara Tim Cahaya Abadi mendapatkan hingga 3 pemain yang bermain di klub profesional. Awalnya kami hanya berpikir positif dan beranggapan bahwa Tim Cahaya Abadi sangat2 beruntung."

"Kompetisi pun bergulir. Ada 32 kampus yang berpartisipasi dimana tim2 itu dibagi ke dalam 8 grup yang masing2 berisi 4 tim. Pemenang dari masing2 tim berhak melaju ke babak perempat final. Seperti prediksi banyak orang, tim kami dengan mudah menjuarai grup kami. Di perempat final kami juga menghabisi lawan kami dengan skor 3-0. Baru di babak semifinal kami agak kewalahan karena tim lawan mempunyai 3 pemain profesional sama seperti Tim Cahaya Abadi. Kami hanya bisa menang 2-1 setelah melalui perpanjangan waktu."

"Lawan kami di final, seperti yang mungkin kalian duga, tentu saja adalah Tim Cahaya Abadi. Kali ini mereka datang dengan optimisme tinggi karena 3 pemain profesional di tim mereka kebetulan berasal dari tim2 papan atas di kompetisi nasional."

"Babak pertama berjalan nyaris tanpa insiden yang berarti, karena kedua tim bermain sangat hati2. Babak ini pun berakhir dengan skor sama kuat 0-0. Nah.. ketika istirahat untuk persiapan babak kedua itulah drama dimulai," lanjut Pak Made.

Prasetya, Yulius, dan Wibisono nyaris tak berkedip mendengar penuturan Pak Made. Mereka sangat penasaran dengan apa yang terjadi di babak kedua.

Apakah drama yang dimaksud oleh Pak Made? Nantikan di episode selanjutnya :)

*PSSI dalam cerita ini hanyalah organisasi fiktif dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan organisasi PSSI yang asli.

6
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: May 30, 2016, 03:53:25 PM »
Terima kasih bro Fradel untuk bantuannya dalam menjelaskan mengenai 'inside forward'.

Untuk bro leon dan bro yudhis, terima kasih juga buat komen2nya :)

Setelah cukup lama 'tenggelam' dalam kesibukan dan hanya sesekali online untuk melakukan aktivitas, akhirnya sekarang ada kesempatan juga untuk post episode selanjutnya, hehehe...

Selamat menikmati, teman2 :D

7
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: April 15, 2016, 09:54:39 AM »
"Aku sendiri adalah seorang pemain sayap yang versatile. Artinya aku bisa dimainkan di kanan maupun di kiri. Aku bisa bermain sebagai winger murni ataupun sebagai inside forward."

Saya berasumsi cerita ini terjadi di masa kini, tahun 2015an, yang berarti masa aktif Pak Made (25 tahun yang lalu) itu terjadi di tahun 1990an. Setahu saya inside forward kok belum ada ya di masa2 itu, hehehe... Beda lagi kalau cerita ini terjadi di masa depan (2030an) dimana 25 tahun sebelumnya (tahun 2005an) inside forward sudah mulai dikenal. Sekedar masukan bro, biar lebih realistis. Great job anyway  8)

Wah, terima kasih banyak bro Leonhart untuk masukannya yang berharga ini. Tampaknya penulisan cerita ini memang harus dipikirkan dengan serius ya karena para pemain GoKickOff adalah orang2 yang cerdas dan kritis, hahaha...

Anyway, untuk mencoba 'mempertahankan' cerita saya, ijinkan saya untuk sedikit mengulas mengenai peran "Inside Forward" ini :)

Saya setuju dengan pernyataan bro Leon bahwa istilah "Inside Forward" ini mulai dikenal di akhir 90an dan baru populer di awal tahun 2000an di Indonesia. Namun, setahu saya peran ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Saya mencoba untuk menggali lebih dalam mengenai posisi ini melalui Google dan saya menemukan ada begitu banyak pemain sepakbola yang terkenal di dunia dan menjadi legenda di negaranya masing2, dulunya berperan sebagai "Inside Forward".

Bahkan tim asal Inggris, Liverpool, memiliki halaman khusus yang memuat mantan para pemain mereka yang berperan sebagai "Inside Forward". Bisa dilihat di sini: https://playupliverpool.com/tag/inside-forward/

Bahkan menurut blog ini: http://xtraimmortal.blogspot.co.id/2013/07/Forward.html, legenda sepakbola dunia yang adalah seorang maestro dari Brasil, bernama Pele, juga sering bermain dengan posisi "Inside Forward".

Berikut adalah sedikit quotenya:
Quote
�The King of Football� Edson Arantesdo Nascimento � Pele� is widely regarded as the greatest footballer in history of the game.  Pel� began playing for Santos at 15 and his national team at 16, and won his first World Cup at 17. Despite numerous offers from European clubs, the economic conditions and Brazilian football regulations at the time benefited Santos, thus enabling them to keep him for almost two decades. Pel� played as an inside forward, striker, and what later became known as the playmaker position.

Jadi kesimpulan saya adalah peran ini sebenarnya sudah ada sejak lama, tetapi istilahnya baru populer di Indonesia di akhir 90an. Karena di kisah ini, Pak Made bercerita di masa kini (tahun 2016), maka wajar apabila beliau menggunakan istilah ini untuk menggambarkan perannya dalam tim pada 25 tahun yang lalu (meskipun waktu itu istilah itu belum populer) :)

Mohon maaf apabila informasi yang saya berikan ini kurang tepat. Saya akan senang apabila ada teman2 yang lebih mengerti dari saya yang mungkin bisa menjelaskan secara lebih terperinci dan detail.

Sekali lagi terima kasih karena sudah mencermati cerita yang saya buat ini, bro Leon.
Salam olahraga dan tetap semangat! ^_^

8
"Fantastic Four. Begitulah waktu itu mereka menyebut kami," kata Pak Made seraya menghela nafas. Ia menatap langit-langit kantornya pertanda ingatannya sedang kembali ke masa lalu. Pak Made menghela nafasnya dan kemudian menyeruput teh manis yang tinggal separuh cangkir di mejanya. Ia memejamkan mata, tampak mencoba mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi 25 tahun silam itu. Guratan-guratan halus di dahinya nampak semakin jelas menunjukkan sebuah kesedihan sedang mengisi hatinya.

"Erik, pelatih kepala Kampus Cahaya Abadi, musuh kita itu, adalah salah satu anggotanya," lanjut Pak Made.

Wibisono, Prasetya, dan Yulius terperanjat mendengar pernyataan itu.

"Dia adalah ujung tombak tim kami waktu itu. Dia adalah pelari tercepat di tim dan akurasi tembakannya sangat tinggi. Itulah sebabnya orang menganggap bahwa dia seakan bisa terbang. Dia tidak terlalu kuat dalam adu fisik, tetapi kecepatannya yang mengagumkan membuat lawan sulit untuk menjaga pergerakannya," sambung Pak Made. "Aku sendiri adalah seorang pemain sayap yang versatile. Artinya aku bisa dimainkan di kanan maupun di kiri. Aku bisa bermain sebagai winger murni ataupun sebagai inside forward."

"Banyak orang yang berkata bahwa aku pandai menempatkan posisi di lapangan, sehingga pemain lawan akan kesulitan menebak posisiku. Di situasi 2 lawan 2 atau 3 lawan 3, aku akan selalu mencari posisi yang 'tak terlihat' oleh para penjagaku, sehingga mereka bilang bahwa aku seakan bisa menghilang dan tiba-tiba muncul di tempat yang tidak mereka duga. Keahlianku melindungi bola dari rebutan musuh juga membuat para lawanku menganggap aku mempunyai perisai yang tak terlihat."

"Orang ketiga di anggota Fantastic Four adalah Sugeng, seorang pemain bertahan yang berbadan tinggi besar. Dia memang tidak terlalu cepat, tetapi penempatan posisi dan antisipasinya sangat-sangat bagus. Tubuhnya yang besar itu membuatnya disegani banyak lawan. Yang mengagumkan adalah dia selalu bisa melakukan tackling pada saat yang tepat. Dia juga selalu memenangkan heading pada saat situasi sepak pojok maupun tendangan bebas. Setiap penjaga gawang yang ada di belakangnya selalu mengatakan bahwa dengan adanya Sugeng, 50% beban mereka seakan hilang karena ada pintu yang kokoh di depan gawang mereka."

"Dan orang terakhir.." Pak Made menghentikan ceritanya. "Siapa Pak?" tanya Wibisono tidak sabar. "Kalian mungkin tahu orangnya. Dia adalah langganan timnas, kadang orang memanggilnya profesor," jawab Pak Made berteka-teki sambil sedikit tersenyum. Prasetya dengan gugup segera menyahut "Ti..ti..tidak mungkin.. Sa..ya tahu pak siapa yg dijuluki pro..pro..pro..fesor itu. Ayah saya sering menceritakannya." Yulius menoleh kepada Prasetya seraya berkata "Pras.. yang kutahu langganan timnas yang dijuluki profesor itu adalah FR10." Dengan cepat Prasetya menganggukkan kepalanya. "Benar, pasti dia!" jawabnya singkat.

"Hahaha.. kalian benar, dialah orangnya," sahut Pak Made. Wibisono yang tampak semakin kebingungan lantas bertanya, "Siapa FR10 itu pak?" Pertanyaan ini membuat Pak Made tertawa terbahak-bahak. Sementara Prasetya dan Yulius tampak masih terkejut mengetahui bahwa FR10 dulu pernah satu tim dengan pelatih mereka. "Baik..baik.. akan kuceritakan khusus untukmu Wibisono," kata Pak Made.

"FR10, Profesor, Fragol, atau Frassist.. terserah mau dipanggil yang mana karena itu semua adalah julukannya. Dia adalah salah satu legenda timnas kita di tahun 1995 hingga sekitar 2005 dan bisa dibilang dialah pemimpin kami berempat. Dia pensiun dari timnas sekitar 10 tahun yang lalu dan memutuskan untuk berhenti total dari dunia sepakbola 3 tahun yang lalu. Nama aslinya adalah Fradel R. Entah apa kepanjangan dari 'R' di belakang nama depannya itu, karena dia tidak pernah memberitahukan pada siapapun."

"Dia orang yang penuh misteri sama sepertimu, Wibi. Jelek di latihan maupun pertandingan persahabatan, tetapi tampil begitu trengginas dan memukau di setiap pertandingan resmi. Dijuluki 'Fragol' karena kemampuan mencetak golnya yang bisa dibilang tinggi mengingat posisinya sebagai second striker. Tetapi bakat terbesarnya adalah kemampuan memberikan umpan kepada rekan-rekannya, yang membuatnya dijuluki 'Frassist'. Dia selalu menjadi raja assist di setiap kompetisi yang kami ikuti. Gerakannya begitu dinamis sehingga orang menganggap tubuhnya terbuat dari karet yang bisa molor ke sana kemari."

"Nomor kesayangannya adalah 10 dan itu membuatnya identik dengan nomor itu, sehingga akhirnya dia lebih terkenal dengan sebutan "FR10". Banyak orang ingin mengetahui apa rahasia sehingga dia tampil begitu memukau di pertandingan resmi, tetapi melempem di pertandingan2 persahabatan dan latihan. Orang2 yang ingin menjatuhkannya terkadang mengaitkan dia dengan praktek2 mistis yang tentu saja dibantah dengan keras olehnya. Tetapi dia tak pernah memberitahukan rahasianya, kecuali kepadaku."

"Apa rahasianya, pak?" tanya Prasetya dan Yulius serempak. "Hahaha.. mungkin lain waktu akan kuceritakan. Yang jelas dia berbeda dengan Wibisono. Sampai sekarang pun aku hanya bisa menduga-duga rahasia yang dimiliki oleh Wibisono. Oke, cukup pendahuluannya. Sekarang kita kembali ke inti ceritanya, yaitu awal mula Turnamen Garuda Muda," jawab Pak Made.

"Mungkin kalian bertanya, apa hubungannya kami berempat dengan turnamen ini. Saya mau menekankan bahwa bisa dibilang kamilah yang membuat kompetisi ini ada," tegas Pak Made.

"Di awal kami menjadi mahasiswa, tidak ada kompetisi antar kampus berskala nasional seperti ini. Memang kami sering mengikuti kompetisi waktu itu, tetapi semua itu adalah kompetisi amatir atau bisa disebut juga kompetisi antar kampung alias tarkam."

"Pada saat itu, kami merajai setiap kompetisi yang kami ikuti. Itu sudah jelas, kan?" tanya Pak Made sambil tersenyum. "Gol demi gol kami jaringkan ke gawang musuh sementara gawang kami nyaris tak pernah kebobolan. Sefavorit apapun tim lawan, kami pasti bisa mengatasinya. Pemain2 di tim kami selalu berganti-ganti kecuali kami berempat, karena kamilah tulang punggung dari tim itu sendiri. Keakraban yang terjalin itu membuat kami berempat sempat mengangkat saudara. Kami yakin tidak ada apapun yang sanggup memisahkan kami sampai selamanya. Namun suatu hari terjadilah peristiwa itu, peristiwa yang sebenarnya tak pernah ingin kuingat2 lagi."

Peristiwa apa yang sedang diceritakan oleh Pak Made? Simak terus di episode selanjutnya ya :)

9
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: April 14, 2016, 06:08:59 AM »
mantappppp, mulai menapak klimaks saudara-saudaraaa 8)

anyway, cerita ini mengingatkan saya akan bobroknya mental pengurus sepakbola Indonesia, yang bahkan di usia muda sudah "berani curang" demi prestasi. padahal kita tahu, prestasi (baca: memenangkan kejuaraan) di usia muda seharusnya bukan jadi tujuan utama. namun kenyataannya itulah yang terjadi, trofi diincar, sportivitas dan pembinaan dilupakan  >:(

Terima kasih untuk komentarnya bro leonhart :)
Saya setuju bro, kebobrokan2 semacam ini memang tak bisa dilepaskan dari budaya sepakbola di negeri kita. Tetapi kalau mau jujur, bahkan liga-liga di luar pun, termasuk liga-liga di Eropa yang sering dijadikan kiblat sepakbola dunia, tidak terlepas dari praktek2 tidak fair seperti ini :)

wahhh, mantap imajinatif sekali cerita karangan bro Jo, membuat saya selaku pembaca bisa membayangkan bagaimana situasi dan kondisi keadaan di cerita tsb, apalagi skrg udh menuju pada turnamen sepakbola tingkat kampus, mungkin saya akan merasakannya ketika agustus nanti saya masuk kuliah hehe, mantappp bro Jo!!! lanjutkan  :) :)  8)

Mantap bro devil angel. Semoga semakin sukses di dunia perkuliahan nanti :) Terima kasih untuk komentarnya. Ini membuat saya semakin terpacu untuk terus mengupdate cerita ini secara rutin, hahaha..

Episode berikutnya sudah saya ketik dan tinggal diedit saja. Mungkin nanti sore atau paling lambat besok ceritanya sudah bisa dinikmati :D

10
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: April 05, 2016, 07:03:35 PM »
Makin seru ceritanya Bro Jo, terima kasih sudah menyisihkan waktu kerja bro yg saya yakin pasti sangat padat sehingga bisa membuat tulisan yang menarik di forum ini. All of us very2 appreciate it  8) 8) 8)

Terima kasih bro Fradel, dan juga semua teman2 yang menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini.
Semoga cerita ini bisa menghibur dan ke depannya cerita ini bisa makin rutin diupdate :P

11
Indonesia / Episode 13: Foto Ini Pasti Palsu!
« on: April 04, 2016, 08:46:20 AM »
"Brak!!!" Pak Made membanting lembaran kertas di tangannya ke atas meja kerjanya. Wajahnya merah padam.

Wibisono, Prasetya, dan Yulius yang duduk di depan meja kerja Pak Made hanya terdiam. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang tidak menyenangkan bagi tim sekolah mereka dan orang yang paling meradang atas situasi ini adalah Pak Made. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam 2 minggu terakhir ini benar benar di luar dugaan, dan berita pagi itu adalah puncak dari semuanya.

"Wibisono! Coba bawa sini kertas di tanganmu itu. Aku ingin melihatnya lagi," perintah Pak Made. Wibisono menurut dan memberikan kertas yang ia temukan di lokernya di hari pertama ia masuk kuliah. Pak Made mengamati kertas itu dengan seksama sebelum mengambil selembar kertas yang lain di mejanya. Ia membandingkan kedua kertas itu dan bergumam, "Tidak salah lagi. Penulis kedua kertas ini adalah orang yang sama!"

"Maksud bapak.. yang mengirimi saya surat itu bukan Pak Waluyo yang kita temui 2 minggu yang lalu?" tanya Wibisono. Pak Made menggelengkan kepalanya. "Ketika awalnya kamu menceritakan tentang kertas di lokermu ini, aku juga berpikir itu pasti dari Waluyo. Dia mengirim surat padaku dan juga ke kamu. Tetapi surat kedua ini menjawab semuanya," jawab Pak Made.

"Ehm.. saya minta maaf sebelumnya, tetapi apa yang sebenarnya terjadi? Apa tadi pagi ada kejadian buruk lagi? Jadwal kuliah saya tadi pagi kosong sehingga saya tidak ikut latihan pagi. Lagipula baru saja tadi saya masuk ke ruang ganti untuk ganti baju latihan, Pak Made sudah memanggil saya ke sini," sahut Yulius. "Menurutmu apa yang terjadi?" balas Pak Made balik bertanya. Yulius sedikit mengangkat alisnya menerima pertanyaan balik itu. Dengan hati-hati ia menjawab, "Saya pikir ini pasti berhubungan dengan Tim Cahaya Abadi lagi. Apakah mereka membuat ulah lagi, pak?" jawab Yulius sambil kembali bertanya. Pak Made mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Mereka bukan saja membuat ulah! Mereka sudah menginjak-injak harga diri kampus kita!" jawab Pak Made sesaat kemudian dengan suara keras. "Maaf pak, tapi apa yang mereka lakukan?" tanya Yulius penasaran. "Ceritanya berawal dari 3 minggu yang lalu, ketika asisten pelatih Tim Kampus Cahaya Abadi datang ke kantor saya ini dan meminta saya untuk mencoret Wibisono dari daftar pemain," kata Pak Made. Ketiga murid itu mengerutkan dahi mendengar cerita itu. Mereka sama sekali tidak menduga bahwa Tim Cahaya Abadi sampai begitu beraninya melakukan itu.

"Tapi mengapa harus Wibisono yang dicoret, Pak?" tanya Yulius lagi. Pak Made hanya mengangkat bahu pertanda ia pun tidak mengerti alasannya.

"Kemudian.. satu minggu lalu, mereka menaruh surat yang baru kutunjukkan pada Wibisono itu di dalam helmku," lanjut Pak Made. Yulius segera mengambil kertas yang tergeletak di atas meja itu dan membacanya dengan bersuara, "Pak tua, kami berubah pikiran. Karena Anda begitu keras kepala, maka kami tidak akan memberi waktu lagi untuk menunggu keputusan Anda. Oleh karena itu, minggu depan kami akan mengambil salah satu orang terbaik di timmu. Bersiaplah.. Erik". Yulius terkejut membaca isi surat itu. Dia segera melempar kembali surat itu ke atas meja. "Beraninya mereka!!" teriaknya geram.

Prasetya berdiri dari duduknya. "Ini jelas tidak bisa dibiarkan, pak!" serunya. "Awalnya mereka membayar pelatih Universitas Harapan Bangsa di pertandingan persahabatan 2 minggu lalu untuk memasukkan dua orang pemain mereka yang bermain sangat kasar sehingga Sudarsono cedera parah dan beberapa pemain luka-luka ringan. Minggu lalu saat kita bertanding persahabatan melawan SMK 130, mereka lagi-lagi memasukkan pemain-pemain mereka sehingga sayap kanan andalan kita, Rahmat, terpaksa harus menepi selama beberapa bulan."

"Di pertandingan persahabatan 3 hari yang lalu pun, Sutrisno harus mengubur mimpi untuk bertanding di kompetisi minggu depan. Dan itu pun juga sudah diakui oleh para pelatih dari tiga tim tersebut. Praktis kita hanya punya Wayan, Didik, dan Wibisono di sektor depan. Sementara di sektor kanan hanya ada Gatot yang bisa dipasang. Dan puncaknya adalah surat ini.. mereka sudah berani mencoba merusak internal tim kita. Tapi saya yakin kalau tim kita solid dan tidak akan terpengaruh. Kalau berita ini benar, saya akan.." Pras terdiam. Ia sepertinya tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Tangannya mengepal pertanda hatinya sangat geram.

"Tapi coach.." sahut Wibisono, "..siapa orang yang mereka maksud? Di latihan tadi pagi, semua anggota kita ada, kecuali Yulius yang tadi tidak ada kuliah pagi, Cakra yang ijin karena tidak enak badan, dan anggota tim lainnya yang memang sedang cedera."

"Hmm..benar itu! Lagipula Wibisono masih bersama kita saat ini," timpal Prasetya.

Pak Made tidak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya melangkah pelan ke arah jaketnya yang tergeletak di kursi dekat pintu. Ia mengambil sesuatu dari dalam kantong jaket itu. "Ini!" katanya pelan sambil mengulurkan secarik kertas foto pada Wibisono.

Wibisono menatap foto itu dan sesaat kemudian ia tampak terkejut. Sambil terus melotot memandang kertas itu, ia memekik secara tertahan, "Apa?? Ini tidak mungkin!" Prasetya dan Yulius yang duduk di sampingnya bergegas mendekat ke arah Wibisono untuk melihat foto yang ada di tangan Wibisono itu. Mereka berdua pun tak kalah terkejutnya. "Coach! Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?" tanya Wibisono sambil berdiri dari tempat duduknya. "Ini tidak mungkin! Foto ini pasti palsu! Ini pasti hasil editan di komputer!"

"Wibisono, kamu tenang dulu. Itu benar! Kemarin malam Cakra mengirimiku sms dan dia mengucapkan terima kasih untuk semua pelajaran yang kuberikan selama ini. Sebelumnya aku sama sekali tak menyangka bahwa itu adalah cara dia berpamitan. Baru tadi pagi ketika aku melihat foto yang diletakkan seseorang di dalam helmku itulah, aku menyadari maksud pesan yang dikirimnya kemarin itu," jelas Pak Made. Wibisono menggeleng2kan kepalanya seakan tak percaya. Matanya terus terpaku pada sosok yang berdiri di depan sebuah bangunan megah dengan tulisan "Kampus Cahaya Abadi" itu.

Ya, sosok itu adalah Cakra. Sahabatnya sejak kecil. Roh permainan tim dimanapun dia ada di dalamnya. Pemain yang elegan dalam melakukan umpan maupun dribble. Dia yang selalu menjadi otak permainan ketika ada dalam tim. Dan sekarang, sosok itu telah bergabung dengan tim rival mereka. Wibisono benar2 tak dapat mempercayai hal itu. "Coach, sebenarnya ini turnamen apa sih? Mengapa mereka begitu menghalalkan segala cara untuk menjadi juara dan mencegah kita menang?" tanya Wibisono dengan suara tertahan.

"Baiklah.. Kalian semua dengarkan baik2. Aku akan menceritakan mengenai awal mula Turnamen Garuda Muda ini dan juga bagaimana kompetisi ini begitu bergengsi sehingga banyak tim yang menghalalkan segala cara untuk menjadi juara," jawab Pak Made.

Rahasia apa sebenarnya yang ada di balik kompetisi ini? Bagaimana kelanjutan tim Wibisono tanpa Cakra yang selama ini menjadi roh permainan mereka? Simak terus di sini :)

12
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: February 24, 2016, 11:20:35 AM »
Nah, itu dia bro Fradel. Idenya sudah berkali2 lewat di kepala, malah ceritanya sampai berganti2.
Tapi waktunya belum memungkinkan karena kesibukan pekerjan dan juga kesibukan yang lain. Apalagi di akhir tahun kemarin dan di awal tahun ini :)

Tapi sepertinya dalam hari2 ke depan ini bakal ada kesempatan menulis lagi di sini.
Semoga saja, hahaha...

13
Indonesia / Episode 12: Cukup Coret Namanya
« on: August 14, 2015, 07:57:47 AM »
"Made, saya Waluyo, asisten RH. Minggu depan saya akan ke kampusmu untuk menemui Wibisono. Bilang padanya saya sudah tahu rahasianya." Wibisono menatap Pak Made setelah membaca kertas itu dengan tatapan heran.

"Bagaimana beliau bisa kenal kamu?" tanya Pak Made setelah menerima kembali kertas itu dari Wibisono. "Uhmm.. Saya kurang mengerti, pak. Siapa ya Waluyo dan RH itu?" jawab Wibisono. Pak Made tampak heran mendengar respon itu. "Benar kamu tidak tahu siapa orang yang berinisial RH itu?" tanya balik Pak Made. Wibisono hanya menggelengkan kepala. "Well.. Minggu depan Pak Waluyo, asistennya, akan datang ke kampus ini. Itu adalah suatu kehormatan buat kita. Jadi jaga baik-baik kesehatanmu dalam seminggu ini," lanjut Pak Made.

"Tetapi siapakah RH itu, pak?" tanya Wibisono. "Nanti kamu akan tahu pada saatnya. Sekarang kembalilah berlatih. Dua hari lagi kita akan melakukan pertandingan pemanasan melawan Universitas Harapan Bangsa," tutup Pak Made. Wibisono mengangguk dan segera berlari kembali ke arah lapangan meskipun dalam hatinya masih penasaran. Pak Made berjalan menjauhi lapangan untuk mengambil catatan di kantornya. Ia agak heran ketika mendapati pintu kantornya sedikit terbuka.

Pak Made masuk ke dalam kantornya dan ia terkejut ketika menyadari kehadiran seseorang di dalam kantornya.

******

"Aduh!" teriak Wibisono kesakitan ketika ia terjatuh saat akan menendang bola. Seseorang datang dan mengulurkan tangannya sambil tersenyum. "Halo. Saya Prasetya, kapten tim ini. Kamu bisa memanggil saya Pras saja." Ia membantu Wibisono berdiri seraya berteriak, "Semuanya, kumpul di sini!" Semua anggota tim itu bergegas mendekati Pras. "Baik. Bagi para anggota baru yang belum tahu, bulan depan kampus kita akan mengikuti kompetisi antar kampus. Kompetisi ini diselenggarakan setiap 2 tahun dan bertajuk Piala Garuda Muda."

"Seperti kebiasaan Pak Made, setiap pemain selama sebulan ini akan digembleng dan mendapat kesempatan untuk menunjukkan apakah dia layak untuk memperkuat kampus kita ini. Dua tahun lalu kita berhasil merebut tempat ketiga setelah di semifinal kita ditekuk oleh Tim Kampus Cahaya Abadi, yang akhirnya menjadi juara. Pertandingan itu sendiri sarat kecurangan dari pihak mereka. Tapi bukan itu intinya. Yang saya harapkan adalah kalian semua bisa memberikan kemampuan terbaik kalian buat tim ini."

"Tahun ini kita harus menjadi juara. Selama sebulan ini saya akan membantu Pak Made untuk membuat semua anggota tim ini berkembang. Kita akan berlatih bersama, menginjak rumput yang sama, melatih teknik dan strategi bersama-sama, tertawa bersama, menangis bersama, dan jika perlu kita akan berdarah-darah bersama di lapangan saat kita bertanding nanti. Siapa yang siap menjawab tantangan ini?" tanya Pras. "YESSS!!!" Semua anggota tim itu berteriak sambil mengepalkan tangan mereka ke atas. "Bagus! Itu yang ingin saya lihat. Ayo, kita berlatih lagi. Kita buat Pak Made dan kampus kita ini bangga dengan tim ini," tutup Pras sambil menendang bola ke tengah lapangan.

******

"Apa maumu?" bentak Pak Made dengan muka memerah dan nada tinggi. Lawan bicaranya hanya menatap dengan tajam sembari meletakkan sebuah amplop di meja. "Dua puluh juta tunai," katanya singkat. "Apa maksudmu? Untuk apa uang itu?" sergah Pak Made. "Kau pasti sudah mengerti. Bulan depan kompetisi akan dihelat. Uang ini jadi milikmu asal kau memenuhi permintaanku,"  jawab orang itu. "Permintaan? Apa yang mau kau minta dariku?" tanya Pak Made. "Sederhana saja. Aku ingin kau mencoret salah satu pemain di timmu," sahut orang itu.

"Hmm.. Hanya untuk mencoret nama saja kau memberiku uang segitu banyak. Memangnya siapa pemain hebat dalam timku yang begitu kalian takuti itu?" tanya Pak Made. "Tidak perlu banyak bicara. Uang ini jadi milikmu asal kau mencoret anak yang bernama Wibisono dari daftar pemainmu," jawab orang itu. "Apa???" bentak Pak Made dengan mata yang membesar. "Dia adalah anggota baru timku dan bahkan belum pernah bermain sekalipun, tapi kalian sudah ingin aku mencoretnya? Setelah kecurangan yang kalian lakukan di semifinal 2 tahun lalu, sekarang kalian mau melakukan cara curang ini?" sambungnya.
 
"Hahaha.. Ingat bung, 20 juta tidak jatuh begitu saja dari langit. Kau cukup mencoret namanya dari daftar dan uang ini jadi milikmu," kata orang itu. "Huh! Kau pikir aku bisa disuap semudah itu. Coba suruh Erik datang sendiri kemari. Jika dia memang jantan, mengapa dia harus menyuruh orang lain?" sergah Pak Made. "Kau ini lucu, pak tua. Itulah gunanya asisten pelatih. Ah, aku lupa. Di timmu tidak ada asisten pelatih ya. Maaf saja, tim Kampus Cahaya Abadi adalah tim profesional. Kalian tidak akan bisa mengejar kami sampai kapanpun. Ingat itu!" kata orang itu.
 
Dengan geram Pak Made membuka pintu ruangan itu. "Keluar sekarang juga sebelum kesabaranku habis. Kita semua tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk di sini, bukan? Kembalilah ke tempat asalmu dan katakan pada Erik, pelatih kalian, bahwa aku Made, tidak bisa disuap dengan cara picik seperti ini. Keluar!" bentaknya. Orang itu mengambil amplop di meja tadi, berjalan santai ke arah pintu, dan berkata pelan "Aku tidak takut gertakanmu, pak tua. Kau masih punya sebulan untuk memikirkan tawaran ini. Bila kau berubah pikiran, kau tahu ke mana harus menghubungi kami."

Setelah orang itu meninggalkan ruangan, Pak Made segera menutup pintu ruangannya. Nafasnya tersengal-sengal. Jantungnya berdegup keras. Keringat bercucuran di dahinya. Ia tampak marah sekali dengan peristiwa yang baru terjadi. "Mereka sudah berani melakukan cara seperti ini. Itu berarti mereka tidak menghargai tim ini. Terlebih lagi mereka sudah melecehkanku," gumam Pak Made. Ia memandang ke arah logo Kampus UNDB di tembok. Dengan sorot mata tajam ia berkata, "Tunggu saja saat kompetisi digelar nanti. Aku pasti akan membawa tim ini juara!"

Kemarahan yang meluap di hati Pak Made membuatnya membulatkan tekad untuk membawa tim UNDB juara. Apa yang terjadi selanjutnya? Simak terus di sini :)

14
Indonesia / Episode 11: Kamu Cukup Terkenal
« on: June 19, 2015, 08:18:38 AM »
Wibisono mengayuh sepeda yang dinaikinya dengan santai memasuki kompleks parkir Universitas Nusa Dan Bangsa (UNDB). Ia pun segera memarkir sepedanya dan berjalan menuju ke gedung utama kampus itu. Hatinya sedikit berdebar-debar karena ini adalah hari pertama ia resmi menjadi seorang mahasiswa. Ya, setahun telah berlalu sejak teman-teman SMA nya berkunjung ke rumahnya. Wibisono sendiri seakan tak percaya betapa cepat waktu berlalu. Baru bulan lalu ia merayakan gelar juara sepakbola SMA Sukolilo untuk pertama kalinya, dan hari ini ia sudah menjadi seorang mahasiswa.

"Bi! Kamu masuk sini juga?" sapa seseorang dari belakang sambil menepuk pundak Wibisono. Sontak Wibisono terkejut dan menoleh ke arah sumber suara tersebut. "Cakra? Kamu masuk sini juga toh?" tanya Wibisono. "Hehehe.. Iya Bi. Gimana? Siap untuk bermain sepak bola lagi di kampus ini dan menjadi superstar lagi?" canda Cakra. "Ah.. bisa aja kamu, Kra. Aku belum tentu juga diterima di tim sepakbola kampus ini," elak Wibisono. "Ah, ga mungkin Bi. Striker haus gol kayak kamu ga mungkin ga diterima," sahut Cakra.

"Tahun kemarin ini aja kamu berhasil bikin 21 gol dari 18 pertandingan kita. Aku senang karena akhirnya Pak Wisnu menyadari potensimu dan memasangmu di semua pertandingan kita," lanjut Cakra sambil tertawa. "Ah.. bisa saja kamu Kra. Sudah sudah, ayo kita segera bersiap-siap. Aku ada kuliah jam 9.30 nih," kata Wibisono sambil bergegas menuju lokernya untuk memasukkan tasnya. Cakra pun mengikuti Wibisono dan membuka lokernya yang berada tak jauh dari loker Wibisono.

Wibisono membuka lokernya dan ia tertegun melihat secarik kertas yang ditempelkan di balik pintu lokernya. "Hah? Kertas apa ini?" gumamnya. Cakra yang mendengar gumaman itu menoleh ke arah Wibisono dan menghampirinya. "AKU TAHU RAHASIAMU, WIBISONO." Tulisan itu tertera di kertas yang ditempelkan itu. "Wah Bi, siapa yang menempelkan kertas ini?" tanya Cakra. Wibisono hanya menggeleng dan tak mengatakan sepatah katapun. Ia mencabut kertas itu, memasukkannya ke dalam tasnya, mengambil buku tulis dan bolpoin, kemudian memasukkan tas itu ke dalam loker. "Ayo Kra, kita harus bergegas. Sudah hampir terlambat ini," katanya sambil bergegas meninggalkan tempat itu.

*** Sore harinya... ***

"Priiit!" Peluit dibunyikan oleh Pak Made. Beberapa pemuda yang mengenakan kaus sepakbola bergegas melangkah mendekati Pak Made. "Selamat sore semuanya! Hari ini adalah hari pertama perkuliahan yang juga berarti hari pertama kegiatan klub sepakbola kampus dimulai. Kalian semua sudah tahu bahwa latihan dimulai sejak awal semester untuk menganalisa dan menjaga tingkat kebugaran kalian. Hari ini, seperti yang kita sama-sama ketahui, juga adalah hari di mana ada orang-orang baru yang masuk ke klub ini. Kebanyakan dari mereka adalah para mahasiswa baru. Ada juga satu dua yang merupakan mahasiswa transfer. Silakan maju, para calon anggota klub," papar Pak Made seraya mempersilakan beberapa calon pemain, termasuk Wibisono, untuk maju.

"Menurut pemandu bakat saya, tahun ini kita kedatangan pemain-pemain yang berkualitas, baik itu mahasiswa baru maupun mahasiswa transfer," lanjut Pak Made. Beliau mulai memperkenalkan satu persatu para calon pemain itu. Ia memulai dari Gatot, mahasiswa transfer yang berposisi sebagai penyerang sayap kanan. Beberapa kali memperkuat kampusnya di kompetisi resmi dalam dua tahun terakhir. Namanya beberapa kali dimuat di surat kabar karena keahliannya dalam bermain bola. Ada juga Cakra, teman Wibisono, yang berposisi sebagai gelandang serang. Namanya sering disebut-sebut oleh para pemandu bakat di beberapa universitas.

Beliau kemudian memperkenalkan Wayan, Sutrisno, dan Wibisono. Tiga pemain ini berposisi sama, yaitu sebagai striker. Wayan, bertubuh tinggi dan tegap, memiliki strength dan heading yang bagus. Sutrisno, penyerang dengan kecepatan yang mematikan. Seringkali berupaya mematahkan perangkap offside, dan tingkat keberhasilannya cukup tinggi. Dan Wibisono, pencetak gol terbanyak kompetisi resmi antar SMU setahun sebelumnya. Kemudian ada lagi Dedi dan Iskandar, dua pemain belakang yang sering memperkuat timnya semasa SMU. Dan yang terakhir adalah Yulius, seorang kiper yang merupakan mahasiswa transfer. Dijuluki Yuffon di kampus lamanya karena kemampuannya yang di atas rata-rata dalam mengawal gawangnya sehingga sering disamakan dengan Buffon.

"Itulah calon pemain baru yang akan masuk klub kita. Tentunya mereka harus menjalani serangkaian seleksi sebelum saya bisa menentukan apakah mereka diterima atau tidak. Wayan akan beradu kemampuan dengan Sudarsono untuk menentukan siapa pemain inti. Kalian berdua memiliki strength dan heading yang bagus. Buat yang belum tahu, strength bisa diartikan kekuatan fisik yang diperlukan di posisinya. Artinya, strength untuk kiper tentu berbeda dengan strength untuk penyerang. Kiper perlu selalu melatih lengan, telapak tangan, tubuh, dan kakinya untuk mempunyai strength yang bagus. Sementara penyerang perlu melatih kekuatan tubuh untuk duel fisik dan juga kekuatan otot kaki untuk berlari dan melewati lawan," kata Pak Made menjelaskan.

"Heading adalah kemampuan mengarahkan bola melalui sundulan kepala. Seseorang bisa saja tidak memiliki lompatan yang bagus, tetapi sering mencetak gol dengan kepala karena headingnya bagus. Orang-orang seperti ini sangat cocok untuk duel-duel udara dan umpan-umpan lambung. Sudarsono, kamu pemain lama di klub ini. Tetapi kalau kamu kalah bagus dari Wayan, kamu tentu mengerti bahwa kamu yang akan menjadi cadangan, bukan?" tanya Pak Made. Sudarsono menjawab dengan sigap, "Siap, pak! Saya akan berusaha melakukan yang terbaik!"

"Sementara Sutrisno, akan beradu kemampuan dengan Didik. Keduanya memiliki kemampuan yang bagus dalam hal kecepatan dan mengalahkan perangkap offside. Semua sudah tahu tentang offside, kan? Seorang pemain dikatakan offside apabila dia menerima bola ketika posisinya lebih dekat dengan gawang lawan daripada bola itu sendiri dan juga pemain belakang lawan yang paling dekat dengan garis gawang lawan. Biasanya pemain belakang menggunakan taktik berdiri sejajar untuk menerapkan perangkap offside ini," lanjut Pak Made.

"Pemain-pemain lainnya akan saya nilai berdasarkan kriteria-kriteria yang akan diberikan oleh pelatih fisik dan pelatih fitness kita, Pak Andi dan Pak Bagus. Wibisono, saya perlu bicara denganmu," kata Pak Made sambil berjalan ke pinggir lapangan. Wibisono mengikuti Pak Made dengan bertanya-tanya. Sesampainya di pinggir lapangan, Pak Made segera membuka pembicaraan. "Saya tahu kamu adalah pemain sepakbola yang berprestasi dan saya tahu mengenai semua sepak terjangmu di SMU," kata Pak Made.

"Minggu lalu Pak Wisnu, pelatihmu di SMU, menelepon saya. Dia menjelaskan semua hal tentangmu dan Cakra. Saya sudah tahu kelebihan dan kelemahan kalian masing-masing. Saya juga sudah tahu bagaimana kamu sangat jelek di latihan, tetapi tampil luar biasa di tiap-tiap pertandingan. Saya juga tahu kalau kamu mendapat gelar pemain terbaik di kompetisi SMU tahun kemarin ini. Tetapi..." Pak Made berhenti sejenak dan menghela nafas. Ia pun melanjutkan, "... saya tidak menyangka kalau kamu cukup terkenal juga di luar lingkungan sekolahmu."

Wibisono menatap Pak Made dengan tatapan bingung. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud calon pelatihnya itu. "Tadi pagi seseorang yang sangat terkenal di kalangan pencinta sepakbola menelepon saya dan menanyakan kebenaran bahwa kamu masuk ke kampus ini. Tidak itu saja, barusan ketika kita akan berlatih, saya menemukan kertas ini di meja saya," lanjut Pak Made sembari mengulurkan selembar kertas ke arah Wibisono. Wibisono segera menerima kertas itu dan membacanya. Ia membelalakkan mata karena terkejut ketika membaca tulisan di kertas itu.

Apakah tulisan di kertas itu? Simak kelanjutannya di sini... :)

15
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: June 19, 2015, 08:15:09 AM »
Terima kasih buat responnya yang sangat memotivasi saya untuk terus melanjutkan cerita ini, bro Fradel :)

Quote yang bro Fradel tuliskan di atas sangat menarik. Saya juga masih terus belajar untuk bisa menerangkan setiap istilah dengan sebaik-baiknya. Saya juga menerima koreksi apabila ada teman2 yang merasa penjelasan saya kurang tepat.

Namun demikian, cerita ini hanyalah cerita fiksi yang semata untuk hiburan. Kalaupun ada sedikit pengetahuan yang saya selipkan di sana sini, itu hanya bertujuan untuk para pembaca yang belum mengerti istilah-istilah tersebut saja. Jadi, saya harap semua pembaca cerita ini bisa menikmatinya.

Dan setelah sekian lama ditunggu, inilah episode 11.
Selamat membaca :D

16
Indonesia / Episode 10: Teman Bapak Itu Namanya Sutedjo (bagian 2)
« on: May 28, 2015, 03:31:38 AM »
Episode 10: Teman Bapak Itu Namanya Sutedjo (bagian 2)

Wibisono menyeruput teh panas di hadapannya dan kemudian kembali duduk berselonjor sambil bersandar ke tembok. Ia memperhatikan ayahnya dengan seksama. Ia merasa tertarik dengan cerita ayahnya karena selama ini ayahnya tidak pernah menceritakan pengalamannya sebagai pemain bola. Bahkan ia tidak pernah berlatih bersama ayahnya selama ini.

"Sutedjo ini adalah seorang gelandang bertahan. Ia memiliki penempatan posisi yang bagus dan juga kemampuan distribution yang mumpuni," cerita ayah Wibisono. "Wah posisinya sama dengan saya dong. Tapi pak, distribution itu apa ya? Semacam ngantar barang kah?" potong Warsita. Teman2nya tertawa mendengar pertanyaan itu. "Hahaha.. Distribution itu adalah kemampuan untuk mempertahankan permainan dengan umpan yang efisien. Jadi mungkin kalian pernah melihat tim yang seringkali penguasaan bolanya lebih dari 50 persen, biasanya mereka memiliki pemain-pemain tengah dengan distribution dan passing yang bagus," jawab ayah Wibisono.

Tampak Warsita manggut-manggut mendengar penjelasan itu. "Selain itu teman bapak itu juga bagus dalam hal recovery. Buat yang belum tau, recovery itu kemampuan untuk meminimalisir peluang gol lawan melalui intersepsi. Ini yang membuat tim-tim yang melawan tim bapak waktu itu seringkali sulit mengembangkan permainan dan jarang ada tim yang bisa membuat lebih dari 5 tendangan ke arah gawang melalui tengah lapangan kalau ia sedang bermain," lanjut ayah Wibisono.

"Namun yang aneh adalah setiap kami berlatih, baik latihan fisik maupun mini games, dia selalu bermain pas-pasan, kalau tidak boleh disebut buruk. Pelatih bapak waktu itu selalu memberinya penilaian yang sangat buruk untuknya saat latihan. Tetapi beliau tetap memasang Sutedjo di setiap pertandingan resmi karena di situ permainannya menjadi sangat luar biasa," sambung ayah Wibisono. "Wah! Mirip sekali dengan kamu, ya Bi?" canda Cakra sambil meninju pelan lengan Wibisono. Wibisono hanya tersipu malu. "Karena heran dengan hal itu, suatu hari selesai latihan bapak sengaja mengajak Sutedjo pulang bersama untuk menanyakan mengenai hal itu kepadanya. Namun bapak sebenarnya tidak terlalu berharap banyak, karena ia selalu mengelak setiap kali wartawan atau rekan setimnya menanyakan apa rahasianya. Hari itu berbeda.. Sutedjo mau membeberkan rahasianya," cerita ayah Wibisono.

Riko menegakkan duduknya sambil menatap tajam ke arah ayah Wibisono. Teman-teman Wibisono sangat penasaran apa sebenarnya rahasia teman ayah Wibisono itu. "Ternyata rahasianya sederhana sekali. Dia adalah orang yang kurang motivasi. Jadi pada saat latihan atau mini games, dia merasa tidak perlu membuktikan apapun pada siapapun. Baginya tidak ada gunanya ia berusaha keras pada saat berlatih, toh nantinya di pertandingan dia akan tampil trengginas. Dan itulah alasan utamanya mengapa di pertandingan dia akan tampil menggila, karena motivasinya menjadi berlipat-lipat," jelas ayah Wibisono.

"Ooo.. Jadi itu toh rahasiamu, Bi," seru Woli yang duduk di sebelah kiri Wibisono sambil menepuk pundaknya. Wibisono mengerutkan alisnya tanda ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. "Bukan!" potong ayah Wibisono mengejutkan teman-teman Wibisono. "Itu adalah rahasia teman bapak, Sutedjo. Tetapi Wibisono ini berbeda. Sekilas sepertinya sama, tetapi bapak yakin bukan itu alasannya," lanjut ayah Wibisono. "Kok gitu pak? Bukankah kasusnya sama dengan teman bapak?" tanya Warsita. Ayah Wibisono menggelengkan kepalanya.

"Besok akan bapak tunjukkan alasannya mengapa mereka berbeda. Sekarang sebaiknya kalian semua bersiap-siap untuk tidur. Hari sudah larut, lagipula kalian baru saja melakukan perjalanan jauh. Sudah sana cepat tidur semuanya, termasuk kamu Wibisono. Kamar kalian sudah bapak dan ibu siapkan. Wibisono akan menunjukkan kamar kalian," tutup ayah Wibisono. Teman-teman Wibisono yang memang sudah lelah segera masuk ke dalam rumah untuk segera beristirahat. Malam itu mereka tidur dengan pertanyaan yang masih berkecamuk di pikiran mereka.

*** Keesokan harinya... ***

Matahari pagi itu bersinar dengan cerah meskipun belum mampu mengusir hawa dingin yang menyergap di pagi itu. Tampak beberapa ekor kupu-kupu terbang di dedaunan yang masih basah oleh embun pagi. Udara desa yang segar dan masih bebas dari polusi itu tampak dinikmati oleh beberapa pemuda yang tak lain adalah teman-teman Wibisono. Mereka memandang ke arah persawahan yang luas di belakang rumah Wibisono. Tampak beberapa petani yang sudah bersiap-siap untuk mengerjakan sawah itu.

Di sebelah mereka tampak Wibisono yang sudah mengenakan pakaian sepak bola lengkap dengan sepatunya. Sementara ayahnya berdiri sekitar 15 meter dari mereka. Ia meletakkan beberapa botol air mineral yang sudah diisi air di beberapa tempat secara acak. "Ok Wibisono," teriak ayah Wibisono. "Coba kamu tendang bola di dekatmu itu hingga mengenai 5 botol yang sudah bapak taruh secara acak ini. Kamu cuma punya 3 kali kesempatan untuk mengenai semua botol ini. Botol yang sudah pernah kena bola akan bapak singkirkan dan tidak perlu kamu jadikan target lagi," lanjutnya.

Teman-teman Wibisono tampak heran dengan perintah itu. Bola merah yang ada di dekat Wibisono itu adalah bola plastik yang biasa dijual di warung-warung yang tentu saja sangat ringan. Wibisono harus mengenai 5 botol mineral berjarak 15 meter darinya hanya dengan 3 kali kesempatan, sementara pagi itu angin bertiup cukup kencang. "Ini sangat mustahil! Dalam kondisi seperti ini bisa kena satu botol saja sudah hebat sekali," batin Gilang sambil mengamati Wibisono yang bersiap menendang.

Wibisono tampak memejamkan matanya. Sesaat kemudian ia membuka matanya, berkonsentrasi sejenak dan melakukan tendangan pertama. "Prak!" Botol mineral pertama terkena bola dengan telak hingga terguling. "Bagus! Empat botol lagi!" seru ayah Wibisono sambil melemparkan bola ke arah Wibisono. Tendangan kedua dilakukan dan lagi-lagi mengenai sebuah botol dengan telak hingga terguling. Teman-teman Wibisono tercengang melihat itu. Dua tendangan, dua botol terkena bola!

Bola sudah berada di kaki Wibisono kembali. Ia bersiap melakukan tendangan ketiga. Kali ini ia cukup lama memejamkan mata. Sesaat kemudian ia membuka matanya, mengamati botol-botol yang tersisa, dan menendang bola itu. "Prak! Prak! Prak!" Ketiga botol itu terkena bola tendangannya yang memantul di antara botol-botol itu. Kali ini hanya botol pertama yang terguling, sementara dua lainnya hanya terserempet. Namun, 5 botol dalam 3 kali tendangan tak ayal membuat teman-teman Wibisono berdecak kagum dan bertepuk tangan.

Ayah Wibisono mendekati mereka dan berkata, "Kalian sudah lihat? Inilah yang dilakukannya sejak ia berusia 6 tahun. Ketika berlatih sendiri, ia sangat luar biasa. Jadi, dia ini berbeda dengan teman bapak. Wibisono ini punya motivasi bahkan saat berlatih." "Hmm.. berarti apa rahasiamu, Bi?" tanya Broto sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Apa rahasia Wibisono sebenarnya? Simak terus kelanjutannya di sini.. :)

17
Indonesia / Episode 9: Teman Bapak Itu Namanya Sutedjo (bagian 1)
« on: May 06, 2015, 08:12:10 AM »
Episode 9: Teman Bapak Itu Namanya Sutedjo (bagian 1)

Hujan rintik-rintik yang turun sejak siang hingga sore hari membuat suasana malam di desa itu begitu sepi dan dingin. Terdengar suara katak bersahut-sahutan dari sungai yang mengalir di pinggir desa itu. Jalanan desa pun terlihat masih basah dan tampak genangan air di sana sini, menandakan bahwa hujan baru saja reda. Sekawanan kunang-kunang tampak menari-nari di pepohonan yang ada di sekitar jalan desa itu. Belum ada lampu jalan di desa itu, sehingga satu-satunya sumber cahaya untuk para pejalan kaki yang melintas adalah cahaya bulan, yang kebetulan hari ini bersinar dengan terang.

Tak jauh dari jalanan desa yang gelap itu tampak beberapa rumah warga yang berjajar rapi. Tidak nampak aktifitas di luar rumah karena sepertinya para warga pun enggan keluar dari rumah di udara sedingin ini. Sayup-sayup terdengar suara siaran televisi dari beberapa rumah. Namun di tengah suasana yang sepi itu ada satu rumah yang terlihat sibuk. Di teras rumah itu tampak sekumpulan anak muda yang sedang duduk dan bersenda gurau. Mereka duduk menghadap seorang pemuda yang sedang dipijat kakinya oleh seorang wanita separuh baya.

"Wis toh mak, kanca2ku wis teko kie..," (sudah lah bu, teman-temanku sudah datang ini.. - percakapan ini sebagian besar menggunakan bahasa Jawa, selanjutnya saya tulis dengan bahasa Indonesia untuk kenyamanan pembaca :)) kata pemuda itu. "Iya iya, ini ibu juga sudah selesai kok," jawab wanita tersebut yang tak lain adalah ibu dari Wibisono. Ia segera berdiri, mengambil minyak urut di sampingnya, dan mempersilakan teman-teman Wibisono untuk menikmati hidangan pisang goreng dan teh hangat di atas meja. "Ayo, mumpung masih hangat!" katanya sambil tersenyum dan kemudian ia masuk ke dalam rumah.

Hari itu adalah hari pertama Wibisono benar-benar berlibur setelah selama 20 hari sebelumnya ia mengisi liburnya dengan mengikuti kompetisi sepakbola antar sekolah. Ia pulang ke kampung halamannya di Desa Sumbermanjing untuk menghabiskan liburan di sana sambil beristirahat dari hiruk pikuk suasana kota. Beberapa teman satu timnya bersepakat untuk mengunjungi kampung halaman Wibisono dan menginap selama dua malam di rumahnya. Wibisono tiba pagi tadi karena ia pulang menggunakan bis pagi, sementara teman-temannya baru berangkat siang harinya dan baru saja tiba.

"Bagaimana? Apa di jalan macet?" tanya Wibisono. "Aman Bi," sahut Tomo. "Lho, Rudi mana?" tanya Wibisono lagi. "Dia ngga jadi ikut karena mendadak keluarganya yang dari luar pulau datang berkunjung ke rumahnya. Jadi akhirnya hanya kami ber-8 saja yang datang," jawab Riko. Wibisono mengangguk-angguk dan kemudian tertawa. "Eh Bi, apa sih rahasiamu?" tanya Broto. "Hah? Rahasia apa?" Wibisono balik bertanya sambil mengerutkan keningnya. "Rahasia kehebatanmu di lapangan," sahut Cakra kalem. Wibisono menoleh ke arah Cakra tanda belum mengerti dengan pertanyaan itu.

"Hahaha.. Masa kamu lupa? Kemarin kan kamu mencetak tiga gol di pertandingan terakhir kita melawan SMA Diponegoro. Dan gara-gara golmu itu akhirnya untuk pertama kali kita bisa menang telak 3-0 dari tim sekuat mereka dan bertengger dengan gagah di posisi 2 di musim kompetisi ini," lanjut Cakra. "Benar! Dan gara-gara itu juga, tim sekolah kita dinobatkan menjadi tim favorit penonton musim ini. Padahal kita belum pernah dapat predikat itu sebelumnya, lho" sambung Gilang sambil tertawa.

"Betul Bi. Padahal kan sejak kamu mencetak gol penalti di pertandingan ke-9 kita melawan SMA Diponegoro, kamu ngga pernah dipasang sama Pak Wis? Tapi kok bisa ya sekali dipasang, itu pun baru masuk di babak kedua gara-gara Rudi kakinya kram, kamu bisa cetak tiga gol seperti itu? Apa rahasiamu?" sela Woli. "Benar! Enam gol dari 3 pertandingan, dan menjadi pencetak gol kedua terbanyak tim ini, di bawah Rudi. Kurang hebat apa coba?" sahut Riko. Mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari teman-temannya, Wibisono pun gelagapan. Ia bingung harus menjawab apa. Namun tak pelak ia merasa senang mendengar pujian-pujian dari teman-temannya.

"Ehem.." tiba-tiba terdengar suara deheman dari pintu rumah. Teman-teman Wibisono terkejut mendengar suara itu. Tampak seorang pria berusia kurang lebih 40 tahunan berperawakan tinggi besar keluar dari rumah dan berjalan menuju sebuah kursi. Ia duduk di sana, menyeruput kopi yang ada di atas meja, lalu melihat ke arah teman-teman Wibisono. "Kalian teman satu timnya anak saya, ya?" sapa pria itu dengan ramah. Teman-teman Wibisono mengangguk dan mereka bergantian memberi salam pada pria yang tak lain adalah ayah Wibisono itu.

"Wibisono ini orangnya pemalu. Dia suka bingung apabila ditanya dengan bertubi-tubi seperti itu. Jadi anggap saja bapak ini juru bicaranya Wibisono," gurau bapak itu yang tak ayal membuat teman-teman Wibisono tertawa. "Kemarin bapak datang ke pertandingan kalian dan bapak melihat permainan kalian masing-masing. Kalian adalah anak-anak muda yang berbakat. Bapak berharap kalian bisa mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional suatu saat nanti," sambung ayah Wibisono.

"Maaf pak, bapak dulu juga pemain nasional kah?" tanya Warsita yang dari tadi diam saja. "Hahaha.. Kamu melihat foto yang ada di ruang tamu itu ya?" jawab ayah Wibisono. "Bapak dulu memang pernah membela timnas beberapa kali, namun cedera tulang kaki yang bapak alami membuat bapak harus pensiun dini dari timnas dan hanya fokus pada karir bapak di klub saja," lanjutnya. "Oh iya, kembali ke pertanyaan kalian. Mengapa kalian menanyakan apa rahasia anak saya? Bukankah dia memang selalu bermain cerdas dan produktif di setiap pertandingan?" tanya ayah Wibisono.

"Iya pak benar, tetapi hanya di pertandingan resmi saja. Di sesi-sesi latihan atau mini games, Wibi ini payah sekali. Dia selalu jadi yang paling bawah di daftar penilaian," jawab Cakra. "Betul pak! Itu yang membuat kami heran," sahut Riko.

Ayah Wibisono tampak merenung sejenak dan kemudian menjawab, "Hmm... begitu. Tampaknya dia mirip dengan salah seorang teman bapak di klub dan timnas dulu. Teman bapak itu namanya Sutedjo. Beliau adalah orang yang unik dan bapak tidak pernah mempunyai rekan setim lain yang seperti dia sepanjang karir bapak. Dan beliau pernah memberitahukan rahasianya pada bapak," lanjut ayah Wibisono sambil melebarkan matanya. Teman-teman Wibisono nampak menahan nafas karena ingin tahu seperti apa teman ayah Wibisono ini.

Apakah rahasia teman ayah Wibisono? Nantikan kelanjutannya di sini.. :)

18
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: May 06, 2015, 08:07:51 AM »
8) 8) 8)...

ceritanya semakin menarik...kalau udah banyak nantinya kita berharap kisah ini bisa dibukukan dan bukan hanya kita yang aktif di GKO aja yang baca tapi seluruh pecinta sepak bola di seluruh tanah air...amiin

Thanks bro asgi. Saya juga berharap kisah ini bisa menghibur/menginspirasi teman2 yang ada di GKO Indonesia maupun yang tidak main GKO (makanya saya juga bikin blog berisi cerita ini). Wah, kalau untuk jadi buku rasanya masih banyak susunan kalimat yang kacau :D

Note: sekali lagi saya mohon maaf untuk para pembaca untuk slow response dan update yang lama, dikarenakan kesibukan di dunia nyata, jadinya hanya sempat login dan melakukan aktifitas saja :)

19
Indonesia / Re: Catatan Sang Manajer-Bagian 8
« on: April 14, 2015, 01:29:51 PM »
Akhirnya bro Fradel menulis lagi di forum ini :D
Mantap bro puisinya.

Kalimat yg paling berkesan menurut saya adalah: "Ledakan MotS menghantui" ^_^

20
Indonesia / Episode 8: Kamu akan jadi besar, nak..
« on: April 13, 2015, 10:33:11 AM »
Wibisono kecil menendang bola plastik merah di hadapannya ke arah batu-batu yang disusunnya sendiri di pinggir lapangan desa itu. Seragam SD yang dipakainya tampak kumal dan basah oleh keringat. Sesekali ia melirik ke arah teman-temannya yang sedang bermain bola di tengah lapangan. Ia menoleh ke arah jam dinding yang ada di Balai RW yang berjarak sekitar 5 meter darinya. Waktu menunjukkan pukul 2 siang dan matahari bersinar dengan sangat terik. Ia kembali meletakkan bola merah itu di kakinya dan bersiap menendangnya ketika ia mendengar suara langkah kaki mendekatinya..

Desa Sumbermanjing - 10 tahun yang lalu.

"Kok dulinan dewe, le?" ("Kok bermain sendiri, nak?") tanya orang yang baru datang itu. Wibisono sedikit terkejut dengan kedatangan orang asing yang tiba-tiba itu. Ia menoleh ke arah bapak berusia separuh baya itu. Bapak itu tampak mengenakan topi caping yang biasa dipakai para petani. Baju dan celana bapak itu tampak lusuh dan tampak lumpur di sana sini yang mulai mengering di pakaian maupun kakinya. "Oh, iya pak. Saya tidak diajak bermain oleh teman-teman saya," jawab Wibisono. (diskusi ini menggunakan bahasa Jawa, namun untuk kenyamanan para pembaca saya tulis menggunakan bahasa Indonesia :))

"Hah? Mengapa kamu tidak diajak bermain bersama? Saya lihat mereka bermain 5 lawan 6, " tanya bapak itu heran. "Kata mereka saya ga bisa main bola, pak. Saya terlalu pendek untuk bermain bola dan kaki saya panjang sebelah, " jawab Wibisono. "Hahaha.. hahaha.. hahaha.." Bapak itu tertawa terbahak-bahak. Wibisono heran melihat respon bapak itu. Ia pun bertanya, "Lho memangnya apa yang lucu, pak?" Bapak itu masih kesulitan menghentikan tawanya. Ia masih terkikik selama beberapa detik.

Tampak lelah tertawa, bapak itu duduk di batu besar yang ada di sebelahnya. Batu itu teduh karena tertutup oleh dedaunan dari pohon besar yang ada di sampingnya. Bapak itu menghela nafas dan mencopot topinya. Ia melihat ada sebuah gelas dan kendi di sebelahnya. Ia menuangkan air ke dalam gelas itu dan meminumnya. Setelah itu ia menatap Wibisono dengan tajam dan bertanya dengan mimik muka serius, "Apa kamu percaya pada perkataan mereka itu?" Wibisono menggeleng dan menjawab, "Saya sebenarnya tidak percaya pak, tapi.."

"Bagus!" potong bapak itu. "Coba kamu tendang bola plastik itu ke arah batu-batu yang kamu susun itu. Ingat, kamu harus fokus sebelum menendang ke situ. Saya percaya kamu bisa melakukannya," lanjut bapak itu. "Siap, pak!" sahut Wibisono. Matanya tampak berbinar. Ia mengalihkan pandangannya ke arah bola merah itu, kemudian ia mem-fokus-kan pikirannya ke arah bola dan batu-batu itu. Sejenak kemudian ia bisa merasakan hembusan angin di sekitarnya. Jarak bola dan batu-batu itu sudah terekam di otaknya, demikian pula dengan kecepatan maupun arah angin. Ia mengambil ancang-ancang, berlari pendek, dan menendang bola itu.

"Prak!" Bola itu tepat mengenai bagian tengah batu-batu itu. Begitu keras dan tepatnya tendangan Wibisono, batu-batu itu sampai berlompatan dan berserakan. Prok! Prok! Prok! "Bagus! Bagus! Itu yang ingin saya lihat," puji bapak itu sambil bertepuk tangan. "Kemari kamu, duduklah di sini," perintah bapak itu sambil menepuk-nepuk batu di sampingnya. Wibisono menurut dan duduk di batu itu. "Coba kamu katakan pada saya, mana di antara teman-temanmu yang sedang bermain itu yang paling hebat?" kata bapak itu.

"Hmm.. Menurut saya si Woto, yang pakai kaos merah itu, pak, " kata Wibisono. "Yang merah mana? Ada banyak yang pakai merah," sahut bapak itu. "Itu pak, yang pakai kaos Tim FC Bertocaline, tim favoritnya," jawab Wibisono sambil menunjuk ke arah lapangan. "Oh yang itu. Mengapa kok dia paling hebat?" tanya bapak itu lagi. "Dia pandai melewati lawan, pak. Tidak ada teman saya yang bisa menghadangnya kalau sudah satu lawan satu. Larinya juga cepat sekali. Tapi.." Wibisono berhenti. Ia tampak berpikir.

"Tapi apa?" desak bapak itu. "Ehm.. sepertinya dia jarang bikin gol pak," sambung Wibisono. "Nah, betul itu," jawab bapak itu. Wibisono heran mendengar jawaban itu. Ia menoleh ke arah bapak itu dan bertanya, "Lho, bapak sering ke sini ya? Kok bisa tahu?" Bapak itu tersenyum sambil menggeleng. "Saya cukup melihat seseorang bermain selama 10 menit untuk tahu seperti apa kemampuannya," jawabnya. "Si Woto itu punya kemampuan 'take on' yang bagus, yaitu kemampuan untuk menciptakan situasi berbahaya dengan sukses melewati pemain lawan. Tetapi kemampuan itu saja tidak cukup dalam sebuah permainan."

"Terus apa yang diperlukan, pak?" tanya Wibisono. "Persis seperti yang kamu katakan tadi, nak. Kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan mencetak gol melalui akurasi tembakan, atau lazim disebut 'Shooting'. Si Woto itu tidak memiliki shooting yang bagus," jawab bapak itu. "Ooo.. Kalau Wawan bagaimana, pak? Yang pakai kaos ungu itu," tanya Wibisono. "Menurutmu..?" sahut bapak itu. "Menurut saya dia itu aneh pak, kelihatannya nendang bola asal-asalan, tapi jatuhnya mesti di kaki teman. Dan yang dapat bola darinya selalu bisa atau hampir mencetak gol," jawab Wibisono.

Bapak itu tertawa. "Itu bukan aneh, nak. Itu namanya 'Chance creation', yaitu kemampuan untuk menempatkan rekan satu tim dalam posisi baik untuk mencetak gol. Kamu benar, menurut saya justru dia yang paling bagus di antara semua yang main itu." Bapak itu berdiri, mengenakan topinya, dan menoleh ke arah Wibisono. "Waktu saya sudah habis, saya masih ada keperluan. Senang omong-omong dengan kamu, nak. Oh iya, namamu siapa dan umurmu berapa?" tanya bapak itu. "Saya Wibisono pak, usia 6 tahun," jawab Wibisono.

"Bagus bagus. Kamu latihan terus ya. Kamu akan jadi besar, nak.." tutup bapak itu sambil pergi meninggalkan Wibisono. Wibisono masih terus melamun melihat kepergian bapak itu. "Bapak itu hebat sekali bisa tahu kemampuan teman-temanku. Aku akan terus berlatih seperti pesannya, ah. Biar aku bisa jadi besar dan tidak kecil terus seperti sekarang, hehehe.." pikir Wibisono. Ia tersenyum-senyum sendiri sehingga tidak sadar bahwa bola tendangan temannya mengarah ke kepalanya. Tentu saja bola itu mengenai kepalanya dan membuyarkan semua lamunannya. Sore itu ia pulang dengan kepala yang bengkak sebesar telur puyuh.

Bagaimana kisah Wibisono selanjutnya? Nantikan terus di sini.. :)

21
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: April 09, 2015, 12:42:41 PM »
Wah, kisah yang menarik, bro Fradel :)

Gol itu secara tidak langsung juga tercipta karena kecerdikan bro Fradel yg melihat posisi kawan menguntungkan. Terkadang keberhasilan seorang pemain ditentukan juga oleh rekan2 setimnya. Seperti contohnya pemain yang tidak bersinar, ketika pindah klub bisa menjadi bintang dan idola di klub tersebut.

Memang saya sering melihat pemain2 seperti Tono yang sering dianggap sebagai "pupuk bawang". Tetapi sebenarnya orang2 seperti mereka hanya butuh kesempatan dan kepercayaan dari rekan2nya.

Terima kasih untuk commentnya, bro Fradel!
Saya usahakan update berikutnya segera terbit :D

22
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: April 01, 2015, 03:21:27 PM »
Episode 7: Tendangan Pisang... eh, Kulit Pisang

Wibisono nyaris tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pak Wis, pelatihnya, menunjuk dirinya. Ia menoleh ke arah rekan-rekannya yang nampak sama tidak percayanya. Ini adalah kejutan kedua yang diterimanya hari ini.

Ya, di hari Sabtu yang cerah ini SMA Sukolilo menghadapi tim terkuat sekaligus kandidat juara di kompetisi ini. Siapa lagi kalau bukan SMA Diponegoro. Memang, pertandingan hari ini hanyalah pertandingan ke-9 dari 18 pertandingan di seluruh kompetisi. Namun gengsi untuk mengalahkan tim terkuat akan selalu coba diraih oleh tim-tim di bawahnya.

Apalagi, jika memenangkan pertandingan ini, maka mereka akan bisa memangkas selisih poin dengan SMA Diponegoro menjadi hanya 1 angka saja. Dan pagi itu, kejutan yang pertama terjadi. Pak Wisnu menunjuk Wibisono sebagai penyerang utama tim untuk pertandingan sore itu. Kirno, yang sebelumnya didaulat menjadi penyerang cadangan pertama, tampaknya coba diistirahatkan oleh Pak Wisnu. Atau benarkah demikian?

"Wibisono, sore ini kamu main. Gara-gara kamu mencetak dua gol 3 hari yang lalu, ada banyak orang tua murid meng-sms saya untuk memasang kamu. Mereka pikir saya ini pelatih kemarin sore yang baru mengerti bola?" kata Pak Wisnu. "Terima kasih, pak! Saya akan membuktikan bahwa saya layak untuk.." sahut Wibisono dengan semangat yang langsung dipotong oleh Pak Wisnu.

"Diam dulu! Saya belum selesai berbicara. Kamu boleh senang dengan pencapaianmu itu, tetapi bagi saya itu tidak membuktikan apa-apa. Dua golmu itu semuanya keberuntungan. Saya tidak mungkin memasukkan kamu jika bukan karena Red... ehm maksud saya... jika bukan karena saya sedang berbaik hati. Sore ini saya memasangmu agar orang-orang mengerti kemampuanmu yang sesungguhnya. Pesan saya hanya satu, jangan terlalu mempermalukan dirimu," tukas Pak Wisnu.

Percakapan itu masih terngiang di pikiran Wibisono ketika kali ini lagi-lagi ia terkejut dengan keputusan Pak Wisnu. Bagaimana tidak, ketika timnya mendapat hadiah penalti di menit ke-5 menyusul pelanggaran pada Cakra yang sudah bisa bermain, justru Wibisono lah yang ditunjuk oleh Pak Wisnu sebagai eksekutor.

Beberapa rekan Wibisono yang kebetulan mendengar percakapan pagi itu merasa bahwa Pak Wisnu ingin membuktikan pada suporter mereka bahwa Wibisono tidak sehebat yang mereka kira. Namun tampaknya Wibisono tidak menyadari hal itu dan dengan tenang ia meletakkan bola di titik putih. Sebenarnya Wibisono tidak setenang kelihatannya karena jantungnya berdegup dengan keras dan tubuhnya terasa panas dingin.

Para penonton tampaknya tidak melihat tangan Wibisono yang gemetar ketika meletakkan bola tadi. Bahkan karena begitu gugup, Wibisono melupakan semua pelajaran tentang mengambil tendangan penalti. Ia lupa semua trik untuk mengelabui kiper yang sudah dipelajarinya di sesi-sesi latihan. Ia terus menerus memandang ke arah kanannya karena ke situlah tujuan tendangannya.

Kiper lawan yang sudah mendapat bocoran tentang kemampuan Wibisono tampak tenang. Ia sudah menduga bahwa bola akan diarahkan ke sisi kiri gawangnya. "Priiiit..." Peluit berbunyi dan Wibisono segera berlari ke arah bola dan... tentu saja, ia terpeleset. Kali ini karena entah bagaimana ada kulit pisang yang dilempar oleh penonton ke area penalti.

Kaki kiri Wibisono yang digunakan untuk menendang pun menjadi melenceng tak beraturan dan hanya sisi luar kakinya yang berhasil mengenai bola dengan tipis. Bola pun tidak jadi meluncur ke arah kanannya, melainkan ke arah kirinya. Bola meluncur pelan. Kiper yang terlanjur salah melompat sebenarnya masih bisa mengamankan bola pelan itu, namun tanpa diduga kaki kiri kiper lawan mengalami kram sehingga ia hanya bisa terpaku menyaksikan bola itu masuk ke gawangnya.

"GOOOOOLLL!!! Tendangan pisang...eh, kulit pisang yang menarik oleh pemain SMA Sukolilo, Wibisono!" teriak komentator pertandingan melalui sebuah speaker TOA bekas. Seluruh pendukung SMA Sukolilo bersorak.

Selang beberapa menit kemudian, tepatnya di menit ke-9, Wibisono ditarik keluar dan digantikan oleh Kirno. Sejumlah penonton tampak protes dengan pergantian itu. Sebagian menduga bahwa Wibisono mengalami cedera meskipun mereka tidak melihat Wibisono kesakitan. Tidak ada ucapan selamat dan sambutan dari Pak Wisnu. Wibisono dibiarkannya saja lewat menuju bangku pemain cadangan.

Pertandingan itu diselesaikan dengan kedudukan sama kuat 1-1. Dengan begitu selisih poin mereka masih tetap 4 angka dengan SMA Diponegoro dan mereka terpaku di peringkat ke-5 klasemen sementara. Sebagian penonton menggerutu bahwa seandainya Wibisono dipasang terus, pasti dia akan mencetak banyak gol. Wibisono tampaknya mulai mendapat tempat di hati para orang tua murid. Bahkan ada satu dua orang tua murid yang membawa lipatan karton bertuliskan "Ayo Wibisono! Kamu Bisa!"

Namun bagaimana pun kecewanya, mereka masih merasa lega bahwa tim SMA Sukolilo yang selama ini tak diperhitungkan, berhasil menahan seri tim favorit di kandangnya sendiri. Tim yang sudah memenangkan 6 pertandingan sebelumnya secara berturut-turut.

Bagaimana kelanjutan kisah ini? Simak terus di sini ya :)

23
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: March 01, 2015, 06:23:16 PM »
sudah 13 hari belum ada cerita baru...ayo bro Jo dilanjut ceritanya...gw yakin banyak kok yang tunggu2 cerita ini, cuma selama ini jadi silent reader aja (termasuk gw selama ini)  8)

benar sekali apa yang di katakan oleh bro leon.... 

ane malah sering buka forum untuk melihat apakah kelanjutan kisahnya telah diposting...   eh ternyata belum....    :) :) :)

kami menunggu kelanjutannya ya bro Jo....    ;) :D :D

Wah, terima kasih buat teman2 yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita saya. Senang rasanya bahwa karya saya yg sederhana ini dinantikan oleh teman2.

Saya minta maaf untuk post yang tidak rutin. Hal ini dikarenakan kesibukan saya di pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk meneruskan cerita ini :P
Semoga ke depan saya bisa lebih rutin lagi dalam meng-update cerita ini :)

Semoga teman2 menikmati episode 6 di atas.
Tetap semangat dan salam olahraga!

24
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: March 01, 2015, 06:19:48 PM »
Episode 6: Masukkan Dia

Keringat dingin mengalir di tengkuk pria berambut cepak itu. Ia tampak berkali-kali memperbaiki posisi duduknya. Sesekali ia menenggak air mineral di botol yang dibawanya. Pandangannya menyorot tajam ke arah lapangan di depannya. Pria itu tampak gelisah. Suasana sore yang sejuk itu seakan tak mampu menyejukkan hatinya. "Strikermu payah pak.." beberapa kali terdengar teriakan itu dari bangku penonton.

Ya, pria itu adalah Wisnu Dirgantara, pelatih SMA Sukolilo. Beberapa kali ia melihat roster di tangannya yang berisi daftar pemain cadangan timnya. Ia tampak menggelengkan kepala seakan tak percaya bahwa dua pemain andalannya, Cakra dan Rudi, sedang sakit flu dan tidak bisa dimainkan di sore ini. Sekilas ia melihat daftar klasemen sementara dimana timnya saat ini berada di posisi ke-4. Apabila sore ini mereka menang, maka mereka bisa merangsek ke posisi 3 yang mana merupakan pencapaian luar biasa  bagi mereka.


Sore itu adalah pertandingan ke-8 bagi Tim SMA Sukolilo. Mereka saat ini duduk manis di peringkat 4 klasemen sementara. Di posisi 1 tentu saja bertengger sang juara bertahan sekaligus favorit tahun ini, SMA Diponegoro. Namun demikian, jarak poin antara peringkat 1 sampai 6 hanya terpaut 5 angka. Itu berarti sedikit saja terpeleset, tim-tim tersebut bisa turun ke peringkat 6 klasemen.

"Kirno, bergerak terus! Ayo jemput bola, jangan diam saja! Posisi posisi! Asep, umpan pendekmu mana?" teriak Pak Wisnu dari pinggir lapangan. Ia begitu sibuk memberi instruksi pada para pemain lapisnya. Pantas saja ia tampak begitu gusar karena dari 7 pertandingan sebelumnya, tim ini sanggup melesakkan 15 gol dimana 8 di antaranya dicetak oleh Rudi, penyerang andalan mereka. Sementara 4 lainnya dicetak oleh Cakra. Dan saat ini kedua pemain tersebut tidak bisa dimainkan karena sakit.

Tim SMA Sukolilo tampak kehabisan akal menembus pertahanan lapis SMAN 8 yang sebenarnya tidak terlalu rapat juga. Ini diperparah dengan pelanggaran Broto di dalam kotak penalti di babak pertama sehingga menghasilkan tendangan penalti untuk lawan dan membuat mereka tertinggal 0-1. Kirno yang merupakan pemain cadangan tampak begitu mati kutu dikawal oleh dua bek tengah tim lawan. Ia kesulitan mencari ruang. Pergerakannya yang statis membuatnya sangat mudah dikawal.

Pertandingan memasuki menit ke-80 dan tidak ada satu shot-on-goal pun dihasilkan oleh Tim SMA Sukolilo di babak kedua ini. Berkali-kali Pak Wisnu tampak menggeleng2kan kepalanya. Aliran bola tim mereka selalu kandas di lini tengah. Asep tampak kesulitan berkreasi, dan apabila bola berhasil sampai di Kirno maka musuh bisa dengan mudah merebutnya kembali. Sementara itu kedua sayap mereka tampak sangat kelelahan karena dipaksa bekerja keras mendistribusikan bola dan juga merebut dari lawan saat bola lepas.

Tiba-tiba ada seorang ball boy menghampiri Pak Wisnu dan menyerahkan selembar kertas. Hal itu luput dari perhatian orang-orang yang ada di sekitar situ karena semua orang sedang terfokus pada pertandingan. Pak Wisnu cukup terkejut menerima kertas itu. Belum sempat ia bertanya dari siapa, anak itu sudah lari kembali ke tempatnya. Pak Wisnu membuka kertas itu perlahan dan ada tulisan di dalamnya berbunyi: "Masukkan dia! RH."

Seakan mendapat perintah, Pak Wisnu segera memerintahkan salah seorang pemainnya untuk melakukan pemanasan. Tak lama kemudian papan pergantian pemain diangkat. Pemain nomor 18 diganti oleh pemain nomor 49. Kirno berjalan keluar lapangan dan menyalami penggantinya. Siapa lagi kalau bukan Wibisono. Pak Wisnu tampaknya sudah pasrah dengan pertandingan ini. Ia duduk di kursinya. Tidak ada lagi instruksi-instruksi yang diberikan. Baginya pertandingan sudah berakhir.

Namun ia salah! Lewat sebuah serangan dari sayap kiri, Aldi menerobos kawalan bek kanan musuh. Sesaat setelah ia memasuki kotak penalti lawan, dua pemain mengepungnya. Ia menoleh ke arah tengah dan melihat Wibisono berdiri di dekat kiper. Sementara Asep berlari masuk ke kotak penalti. Pikiran warasnya membuatnya memutuskan untuk mengoper pada Asep. Asep pun tak menyia2kan kesempatan itu. Ia mem-voli bola itu dengan keras menuju tiang kanan gawang. Ditepis!

Bola liar bergulir cepat ke arah kirinya. Di situ berdiri Wibisono yang tampak tidak siap dengan bola yang melesat ke arahnya. Ia menutup mata dan menendang sekuatnya. Tak disangka tendangannya mengenai bola. GOOOOLLLL!!! Bola menghunjam gawang musuh dengan keras. Sontak gemuruh penonton stadion yang dihadiri sekitar 500 orang itu langsung meledak. Beberapa orang menceletuk, "Dari tadi kek anak itu dimasukkan.." Waktu menunjukkan menit 89. Hasil yang cukup menggembirakan bagi SMA Sukolilo karena setidaknya mereka bertahan di peringkat ke-4 setelah pertandingan ini.

Kick-off kembali dilakukan. Pemain lawan sangat bernafsu menyerang untuk mengembalikan keunggulan mereka. Sementara SMA Sukolilo tampak cukup puas dengan hasil seri mengingat absennya dua pemain andalan mereka. SMA Sukolilo sesekali melakukan serangan balik. Dan kali ini, bola panjang dari Waskita jatuh di kaki Asep. Demi menebus kegagalannya tadi, Asep langsung melakukan tembakan ke arah gawang. Namun tendangan yang lemah berhasil diantisipasi oleh bek lawan. Bek lawan tampak bermain-main dengan bola karena mereka melihat Wibisono yang bukan merupakan ancaman dikarenakan kecepatan dan fisiknya yang sangat lemah.

Terlalu asik bermain-main, mereka tidak sadar bahwa 5 orang pemain Sukolilo sudah berada di kotak penalti mereka. Aldi yang berdiri dekat dengan pemain yang membawa bola segera melakukan sliding tackle. Terkejut, bek lawan segera mengoper pada teman di kirinya. Namun tampaknya terjadi miskomunikasi karena temannya sudah terlanjur berlari agak ke depan. Alhasil temannya itu segera berlari ke belakang dan bermaksud menyelamatkan bola dengan menendang keras-keras. Tak beruntung, bola mengenai (maaf) pantat dari Wibisono. Bola pun memantul ke arah gawang, mengenai tiang gawang, dan bergulir pelan ke dalam gawang!

Seluruh stadion tercengang. Kiper lawan yang mati langkah hanya bisa melihat bola itu masuk ke gawangnya. Wasit meniup peluit tanda gol itu masuk. GOOOLLLL!!! Ya, Wibisono mencetak gol keduanya! Seluruh pendukung SMA Sukolilo yang sempat tertegun kemudian bersorak-sorak dengan meriah. Pertandingan berakhir dengan skor 2-1 untuk kemenangan SMA Sukolilo. Mereka pun merangsek ke posisi ke-3.

Bagaimana kelanjutan kisah ini? Siapa pengirim kertas misterius tersebut? Simak terus di sini.. :)

25
Indonesia / Re: The Football Genius - a football player story
« on: February 12, 2015, 10:56:15 AM »
Episode 5 - Dia pemain jelek, bos!

Pria bertubuh kekar dengan topi putih itu memasukkan lembar-lembar kertas di mejanya ke dalam tas. Sesekali ia melirik ke arah hpnya yang tergeletak di atas meja. Ia melihat ke arah jam dinding di atas pintu dan sambil menggelengkan kepalanya ia pun berdiri dari kursinya. Nafasnya mendengus tanda ada sesuatu yang menggelisahkan hatinya. Sesaat sebelum ia memasukkan hpnya ke kantung celananya, hp itu berbunyi. Ia melihat pesan masuk di sana, "Saya sudah di halaman depan, pak."

Dengan cepat pria itu menarik resleting jaketnya ke atas dan melangkah meninggalkan ruangan itu. "Lama sekali kamu!" cetus pria itu sesampainya ia di luar dan bertemu dengan pengirim pesan tadi. "Maaf Pak Agus. Jalanan macet parah, apalagi saya masih ngeprint laporan ini," kata pemuda yang tak lain adalah Bagas, wartawan salah satu surat kabar ternama di kota itu. "Ya sudahlah. Jadi bagaimana? Apa sudah lengkap semua data yang kuminta di map itu?" potong Pak Agus. "Apa kamu sudah menjalankan perintahku untuk mematai-matai semua lawan kita tahun ini?"

"Sudah pak!" jawab Bagas seraya mengangguk mantap. "Bagus! Dengan itu kita bisa menjadi juara lagi tahun ini," kata Pak Agus yang merupakan pelatih dari SMA Diponegoro, juara bertahan tahun lalu. "Coba bacakan pemain2 SMA Sukolilo. Tim yang menggagalkan sapu bersih kemenangan kita di paruh kedua tahun lalu," perintah Pak Agus. "Siap pak!" sahut Bagas sembari mengeluarkan selembar kertas dari map yang dipegangnya. "Baiklah, saya mulai ya. Pelatihnya tetap, Pak Wisnu Dirgantara. Ia pelatih yang berhasil membuat SMA Sukolilo tidak terdegradasi selama 8 tahun. Ini adalah tahun ke-9 keikutsertaan mereka di ajang ini."

"Selanjutnya, penjaga gawang. Kiper utama mereka bernama Woli. Saya tidak mendapatkan nama aslinya karena mereka selalu memanggilnya Woli. Mungkin maksud mereka ia seperti 'Wall' atau tembok dalam bahasa Inggris. Dia sangat cekatan dan refleksnya bagus, bagai tembok yang sulit sekali untuk dilewati. Tingginya di atas rata-rata dan kecepatannya bagus. Ia naik ke kelas 2 tahun ini dan merupakan salah satu titik kekuatan tim mereka. Bek kiri bernama Ahmad, sementara bek kanan Wawan. Kedua pemain ini memiliki tipikal bermain yang mirip, yaitu full-back dengan tipe support. Sering bergerak maju ketika menyerang, tetapi jarang masuk ke kotak penalti untuk mencetak gol. Mereka lebih banyak melakukan umpan lambung. Kecepatan mereka sangat baik dan cukup cepat untuk kembali ke posisi saat diserang. Bagian ini cukup baik, tetapi masih banyak celah yang bisa kita eksploitasi untuk menembus bagian ini," sambung Bagas.

"Selanjutnya bek tengah tim ini, Broto dan Tomo, dua pemain jangkung yang sangat handal di duel udara. Mereka juga memiliki kecepatan yang mumpuni. Dengan tinggi di atas rata-rata, 190cm dan 188cm, keduanya sangat berbahaya saat membantu penyerangan di situasi sepak pojok. Dua pemain ini sulit dilewati dan merupakan salah satu titik kuat tim SMA Sukolilo juga," kata Bagas. "Hmm.. jadi mereka kuat sekali di segi pertahanan ya. Menarik sekali," timpal Pak Agus seraya memperbaiki topinya.

"Sayap kiri bernama Aldi, sementara sayap kanan Gilang. Dua pemain ini memiliki tipikal berbeda. Aldi lebih sering maju dan bergerak masuk kotak penalti untuk mencoba mencetak gol. Ia juga tak akan segan untuk memberi umpan bila posisi kawan lebih menguntungkan. Sementara Gilang lebih banyak melakukan umpan-umpan pendek ke tengah lapangan dan kadang bertukar posisi dengan Wawan. Umpan-umpan silangnya cukup merepotkan. Di beberapa pertandingan pra musim mereka, tim lawan sering kesulitan mengawal Gilang ini karena pergerakannya yang sangat cair dan lincah. Tim ini menurut beberapa rekan saya menggunakan 4-3-2-1, tetapi karena dua pemain sayap mereka sering bergerak maju saya malah melihatnya seperti 4-1-4-1."

"Posisi gelandang bertahan ditempati Warsita. Ia adalah kapten mereka tahun ini. Kemampuannya memotong alur serangan lawan sangat bagus. Ia memiliki tackling dan marking yang cukup mumpuni, sulit dilewati. Sekali pemain dikawal olehnya maka pemain itu tidak akan bisa menerima bola maupun mengoper dengan leluasa. Salah satu titik kekuatan mereka juga. Stamina dan penempatan posisinya sangat baik. Selanjutnya di posisi gelandang menyerang ada Riko dan Cakra. Riko adalah pemain baru dan menurut saya kemampuannya biasa saja. Dia bisa mengoper dengan baik, tetapi tidak ada yang istimewa. Berbeda dengan tandemnya, Cakra. Bisa dibilang pemain ini adalah roh permainan mereka. Umpan pendek, umpan terobosan, umpan panjang, dribble, maupun visi bermainnya sangat luar biasa. Tendangan jarak jauh dan tendangan bebasnya sangat membahayakan. Dia memiliki ketenangan di kotak penalti dan didapuk sebagai wakil kapten, sering diposisikan sebagai false nine. "

"Posisi penyerang dimiliki oleh Rudi. Pemain bertinggi 185cm ini bermain sebagai target man. Ia seringkali menerima umpan lambung dan menyundulnya ke gawang musuh. Namun ia juga terkadang menahan bola dan memberikan kepada Cakra yang sering bergerak secara mengejutkan di antara pemain belakang lawan. Rudi ini memiliki kecepatan yang cukup bagus dan sering mematahkan perangkap offside. Penyelesaian akhirnya cukup baik. Menurut saya ia pemain yang lumayan dan tidak bisa diremehkan meskipun tidak sebagus 2 striker kita."

"Pemain cadangan mereka tidak ada yang istimewa. Donny, kiper yang lumayan tetapi sering kehilangan konsentrasi. Tikno dan Hermawan pemain belakang yang bisa bermain di semua posisi. Ada lagi Asep, pemain tengah berpotensi. Sutono, gelandang serang yang bisa bermain di kiri maupun kanan, namun tidak memiliki kecepatan yang baik. Kirno, penyerang cadangan yang berteknik lumayan. Sudah, itu saja pemain mereka, pak," tutup Bagas.

Pelatih Agus tampak berpikir sambil memegangi dagunya. "Hmm.. Apa kamu tidak salah tim? Bukankah di tim mereka tahun lalu ada pemain jenius itu, si Wibi.. siapa itu. Pemain yang menceploskan gol ke gawang kita di menit akhir dengan tendangan saltonya?" tanya Pak Agus. "Wibisono?" tanya Bagas. "Dia pemain jelek, bos! Ini statistik bermainnya di game-game pra musim mereka," timpal Bagas sambil menyerahkan selembar kertas. Pak Agus tampak mengamati kertas itu dan mengangguk. Nampak senyum muncul di wajahnya. "Kalau begitu, tidak ada yang perlu kita khawatirkan. Tahun ini kita pasti juara lagi," katanya sambil tertawa lega.

Bagas mengernyitkan keningnya. "Segitu khawatirnya kah beliau pada si Wibisono itu?" batinnya.

Bagaimana jalannya kompetisi sekolah yang akan segera dimulai? Simak terus di sini :)

Pages: [1] 2 3